Senin, 28 Mei 2012

Sofiah Ida


Para ulama berbeda pendapat masalah tafsir al-Tabi’in dan bepedoman dengan kata-kata mereka apa bila tidk sesui dengan riwyat dari Nabi Muhammad saw. dan para sahabt rda.
                Ada dua riwayat dari imam Ahmad yang pertama menerimaya yang kedua menolaknya, pendapt sebagian ulama menolak tafsir al-Tabi’in dan pendapat ini dipilih oleh ibn Aqil, dan diceritakan juga dari Syu’bah. Argumentasi mereka adalah karena para Tabi’in tidk mendengar langsung dari Nabi Muhammad saw. jadi tidak bisa disejajarkan dengan tafsir Shabat, karena para Shabat mendengar langsung dari Nabi Muhammad saw. dan para Tabi’in juga tidak menyaksikan situasi dan kondisi disaat al-Quran diturunkan, bisa saja pemahaman mereka salah dan menganggap dalil sesuatu yang bukan dalil, dilain fihak ke adilan  Tabi’in tidak ada nas yang menjelaskan seperti halnya keadilan Sahabat. ada sebuah riwayat dari Abu Hanifah, beliau berkta: Apa yang dating dari Nabi Muhammad saw. sudah jelas dan gambling, Apa yang dating dari Shabat kami boleh memilih, dan Apa yang dating dari Tabi’in mereka adalah tokoh-tokoh dan kamipun tokoh-tokoh seperti mereka.
                Kebanyakan ahli tafsir berpendapat boleh mengambil tafsir al-Tabi’in karena mereka mengambil mayoritas penafsiran mereka dari sahabat, Mujahid misalnya berkata: saya menanyakan mushaf kepada Ibn Abbas dari awal sampai ahkir tiga kali, tiap-tiap ayat saya berhenti dan bertanya kepadanay, Qatadah juga berkata: Tidak satupun ayat dari al-Quran yang tidak akau dengar sesuatu dari sahabat, karena alasan inilah banyak ahli tafsir dalam kitab2 mereka menampilkan dan berlandasan dengan perkataan al-Tabi’in.
                Pendapat uang mungkin bisa diterima akal adalah bahwa tafsir al-Tabi’in tidak wajib diambil apa bila memakai al-Ra’yu dalam penafsiranya, bisa juga diambil apa bila tidak ada keraguan, kalau kiat ragu, seperti mengambil dari riwayat ahl-al-Kitab maka kita akan meninggalakan dan tidak mengambilnya, kalau semua al-Tabi’in berijma’ pada suatu pendapat maka wajib kita mengambil dan berlandasan denganya.
Ibnu Taimiyah berkata, menukil perkataan Syu’bh bin al-Hajjaj dll.: perkataan al-Tabi’in bukanlah hujjjah, lalu bagaiman bisa dianggap hujjah dalam tafsir, yang berarti bukanlah hujjjah atas pendapat yang berbeda denganya, inilah pendapat yang sahih, kalau mereka berijma’ pada suatu pendapat maka tidah ragu lagi kalu itu hujjah, kalau perkataan al-Tabi’in berbeda-beda maka bukanlah hujah ats pendapat yang lain dan juga orang-orang setlahnya,dan dikembalikan pada bahasa al-Quran, sunnah, keumuman bahasa arab, atau perkataan sahabat.
                Karakteristik tafsir al-Tabi’in
                ada beberapa Karakteristik tafsir al-Tabi’in diantaranya:
1. tafsir al-Tabi’in banyak dirasuki cerita israiliyat dan nasraniyat, hal tersebut disebabkan banyaknya ahl Al-Kitab yang masuk islam, dan mereka banyak bercerita dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum sya’I, seperti cerita awal penciptaan, rahasia-rahsia alam, awal penciptaan alam, dan masih banyak lagi, dan cerita- cerita mereka yang merupak karangan orang2 yahudi dan nasraniy, banyak menarik hati dan jiwa apa yang diisyaratkan al-quran, lalu al-Tabi’in menganggap gampang lalu mereka mencmpur aduk penafsiran al-quran dengan cerita israiliyat dan nasraniyat tampa keritik dan meneliti, riwayat yang paling banya diambil dari ahl Al-Kitab yang masuk islam adala Abdullah bin salam, ka’ab al-ahbar, wahhab bin munabbig, Abdulmalik bin abduaziz bin juraij, tidak dipungkiri lagi bahwa mengambil cerita israiliyat dalam tafsir al-Tabi’in adalah hal yang lumrah, dan juga dikiuti generasi selanjutnya. nanti bahsan ini akan perluas disaat menjelaskan kelemahan penafsiran bilma’sur.
2. penafsiran al-quran sudah menjelma dengan mengambil dan riwayat dari guru, akan tetapi tidak sama persis dengan denagn pengambilan dan periwayatan dimasa Nabi Muhammad saw. dan sahabt-sahabatnya, bahkan pengambilan dan periwayatan dimasa al-Tabi’in bersifat khusus, dimesir memiliki cara khusus pengambilan dan periwayatan dari imam2 mereka,  dimekkah mengambil dari ibnu abbas, di madinah dati Ubay, di Iraq dari ibnu Masud dst…….
3. dimasa al-Tabi’in trjadi perbedaan pedapat mazhab, lalu banyak penafsiran yang mewakili mazhab- mazhab itu, seperti qatadah bin da’amah al-sadusi terlalu memperdal masalah qada’ dan qadar ditengarai dia itu qadariyah, tidak diragukan lagi hal itu mempengaruhi penafsiranya, dengan alasan itu banyak orang yang enggan meriwayatkan dfarinya, dan kami temui hasan al-Basri, penetapkan qadar dan menhakfirkan orang yang mendustakanya.
4. Banyak perbedaan dalam tafsir dimasa al-Tabi’in, disbanding dimasa sahabat, meskipun itu bisa dikatakan kecil disbanding masa-masa terakhir.