Senin, 16 April 2012

PERANG SALIB


MAKALAH

PERANG SALIB

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang dibina oleh :

Bpk. Drs. Faisal Nasar bin Madi MA.






Oleh:

Muhyi Abdurrohim (082092011)

 


JURUSAN DAKWAH / TAFSIR HADIST

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI

(STAIN) JEMBER

2010


BAB I PENDAHULUAN

 A . Latar Belakang
Begitu pentingnya ilmu Sejarah Peradaban Islam bagi kehidupan manusia, akan tetapi jarang manusia yang memahami hakikat ilmu itu dengan kesadaran khusus. Bahkan jarang pula orang yang menyadari pentingnya ilmu itu. Hal itu terjadi antara lain karena kurang minatnya Umat Islam untuk menelaah dan mengkaji serta mengambil hikmah dari pada Sejarah peradabanya sendiri.

B.  Rumusan Masalah

1.    Bagaiman pengertian dan sejarah Perang Salib ?             
            2.    Bagaimana timbulnya Perang Salib dan sebab-sebanya?
      3.    Bagaimana jalan dan periodisasi Perang Salib?

C. Tujuan

1.   Untuk mengetahui pengertian dan sejarah Perang Salib.
2    Untuk mengetahui timbulnya Perang Salib dan sebab-sebanya.
3.   Untuk mengetahui jalan dan periodisasi Perang Salib.

D. Manfaat

1.       Untuk dijadikan pegangan bagi kita dalam berjuang menegakkan agama Islam dan mengambil hikmah yang besar dari Perang Salib.
2.       Untuk dijadikan pedoman hidup dalam menghadapi corak masyarakat yang semakin beraneka ragam.










BAB II PEMBAHASAN


A. TIMBULNYA PERANG SALIB
            Perang Salib (The Crusades War) adalah serangkaian perang agama selama hampir dua abad, sebagai reaksi Kristen Eropa terhadap Islam Asia, Perang ini terjadi karena sejumlah kota dan tempat suci Kristen diduduki Islam sejak 632 M, seperti di Suriyah, Asia Kecil, Spanyol dan Sicilia, Militer kristen menggunakan Salib sebagai simbol yang menunjukan bahwa perang ini suci dan bertujuan membebasakn kota suci Baitul Maqdis (Yarussalem)  dari orang Islam.
Perang Salib awalnya disebabkan adanya  persaingan  pengaruh antara   Islam dan
Kristen, Penguasa Islam Alp Arselan yang memimpin gerakan ekspansi yang kemudian dikenal dengan “ Peristiwa Manzikart” pada tahun 464 H (1071 M) menjadikan orang-orang Romawi terdesak, Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajar, Prancis dan Armenia.
Peristiwa besar ini menanamkan kebencian orang-orang Kristen terhdap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian itu kemudian bertambah, setelah dinasti Saljuk dapat merebut Baitil Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir, Penguasa Saljuk menetapkan beberapa peratuaran bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke sana, Peraturan ini dirasakan sabgat menyulitkan mereka.
Oleh karena itu, untuk memperoleh kembali keleluasan berziarah ke tanah suci itu,
pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa agar melakukan perang suci, Perang ini kemudian dikenal dengan Perang Salib karena pasukan Kristen dalam berperang mengenakan tanda Salib pada pakaian yang dikenakanya sebagai lambang.
            Menurut philip K. Haiti, Perang Salib adalah reaksi dunia Kristen di Eropa terhadap dunia Islam di Asia, sejak tahun 632 M yang merupakan pihak penyerang, di Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol, dan Sisilia, Dilihat dari sudut lain maka faktor-faktor yang turut menimbulkan Perang Salib adalah keinginan mengembara dan bakat kemiliteran bangsa Teotonia yang merubah peta Eropa sejak mereka memasuki lembaran sejarah; penghancuran Gereja Suci dilakukan oleh seorang Khalifah Fatimiyah yang bernama Al-Hakim, tahun 1009 M, sedangkan gereja itu merupakan tujuan beribu-ribu jamah dari Eropa, dan perlakuan buruk yang dialami oleh para jamaah Kristen di Asia Kecil yang telah diislamkan. Akan tetapi yang menjadi penyebab langsung terjadinya Perang Salib adalah permintaan Kaisar Alexius Comnenus tahun 1095 M kepada Paus Urbanus II. Kaisar dari Bizantium ini meminta bantuan dari Romawi, karena daerah-daerahnya yang terserak sampai ke pesisir Laut Marmora ditindas-binasakan oleh Bani Saljuk, bahkan kota Konstantinopel pusat kekuasaan Romawi diancam direbut oleh kaum Muslimin.
            Pidato yang mungkin paling besar hasilnya dalam sejarah, adalah pidato Paus Urbanus II pada tanggal 26 November 1095 M di Clermont (Prancis Selatan), orang-orang Kristen mendapat suntikan untuk mengunjungi kuburan-kuburan suci dan merebutnya dari orang-orang bukan Kristen serta menaklukan mereka. Seruan bersama ’’Tuhan menghendaki yang demikian“ menggelora diseluruh negri dan memiliki pengaruh pisikologis, baik dilapisan masyarakat bawah maupun atas, maka dimusim semi tahun beriktnya 150.000 orang yang terdiri dari sebagian besar orang Prancis dan Norman memenuhi panggilan tersebut dan berkumpul di Konstantinopel, Perang Salib pertama pun dimulai.
Menurut   Karen   Armstrong,   sebab  utama   Perang  Salib   adalah   pendudukan
Saljuk di Syiria yang sebelumnya dikuasai daulah Fatimiyah pada tahun 1070 M, selama pertempuran itu Saljuk juga terlibat konflik dengan Kekaiesaran Bizantium yang sedang lemah dan pertahananya tidak memiliki pertahanan yang cukup kuat, Ketika pasukan Salib memasuki perbatasan Anatolia, mereka mengalahkan Bizantium di Perang Manzikart pada tahun 1071M.
            Maka lebih dari satu dekade Turki Nomaden  bebas menjelajahi Anatolia dengan kawanan mereka dan para Amir mendirikan negara-negara kecil disana, digerakkan oleh orang-orang Muslim yang melihat Anatolia sebagai perbatasan baru dan tanah harapan, karena tidak berdaya menahan laju orang Turki maka Kaisar Bizantium Alexius Comnenus meminta bantuan Paus pada tahun 1091 M, Paus Urbanus II menyatakan Perang Salib Pertama, Saljuk di Syiria yang sebelumnya dikuasai daulah Fatimiyah pada tahun 1070 M Saljuk di Syiria yang sebelumnya dikuasai daulah Fatimiyah pada tahun 1070 M, tetapi tetap tidak mampu menghalangi orang-orang Turki merebut wilayah tersebut.
Pada ahir abad ke 13  orang-orang Turki telah mencapai Mediterania, Selama abad ke 14 mereka menyebrangi laut Aegean, menetap di Balakn dan sampai ke Danube, Tidak ada pemimpim muslim yang berhasil mengalahkan Bizantium yang menjadi prestise kekaisaran Romawi Kono, Oleh karena itu orang-orang Turki dengan bangga menyebut negara baru mereka di Anatolia itu sebagai ’’Rum’’ atau Roma untuk selanjutnya orang-orang Muslim memperluas wilayah pada dua daerah yang sebelumnya tidak pernah menjad bagian dari “Darul Islam“ yaitu Eropa Timur dan sebagian Barat India yang kelak menjadi wilayah yang sangat prudiktip.
Perang  Salib berlangsung  selama 200 tahun,   dari  mulai   1095-1293 M, dengan
delapan kali penyerbuan. Perang tersebut bertujuan merebut kota suci Palestina, tempat “tapak Tuhan berpijak“ dari tangan kaum muslimin, Peperangan ini memakan korban baik jiwa maupun harta dan kebudayaan yang tidak sedikit jumlahnya, Perang tersebut termasuk peristiwa yang sangat menyedihkan di pantai timur laut tengah, yang merusak hubungan antara dunia Timur dan dunia Barat.

B. SEBAB-SEBAB PERANG SALIB

            Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya Perang Salib, dan yang paling utama dari faktor-faktor tersebut ada tiga hal, yaitu agama, politik, dan sosialekonomi.

1. Faktor agama

    Sejaka dinasti  Saljuk  merebut  Baitul  Maqdis  dari  tangan  dinasti  Fatimiyah
    pada tahun 1070 M, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi  menunaikan  ibadah
    kesana   karena  penguasa   Saljuk   menetapkan   peraturan  yang  mempersulit
    mereka yang hendak melaksanakan ibadah kesana bahakan mereka yang pulang
    ziarah sering mengeluh  karena  mendapat  perlakuan  jelek dari  orang    Saljuk
    yang   fanatik  Umat  Kristen merasa  perlakuan  para   penguasa  dinast  Saljuk
    sangat berbeda dari penguasa Islam lainya yang pernah menguasai kawasan  itu
    sebelumnya.
2.Faktor politik
   Kekalahan Bizantium sejak 330 disbut  Konstantinopel  (Istanbul ) di Manzikart,
               wilayah Arminia pada tahun 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil kekuasaan  Saljuk
               telah  mendorong   Kaisar  Alexius  I  Comenus   (kaisar  Konstantinopel)  untuk
              meminta bantuan pada Paus Urbanus   II   (1035-1099M)   yang   menjadi   paus
  antara  tahun   1088-1099 M,   dalam  uasahanya   mengembalikan   kekuasaanya
didaerah pendudukan dinasti Saljuk, Paus Urbanus II mau membantu  Bizantium
karena adanya janji kaisar Alexius untuk  tunduk   dibawah   kekuasaan   Paus di
Roma dan harapan untuk mempersatukan gereja Yunai dan Roma.   Pada   waktu    
itu Paus memiliki  kekuasaan   yang   besar   pada   raja   yang   berada   dibawah
kekuasaanya,   dia   dapat   memberi   sanksi  kepada  raja   yang   membangkang
terhadap perintah paus dengan mencopot pengakuanya sebagai raja.
Dilain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah  sehingga
Orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang
Salib, ketika itu dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami  perpecahan  dan
Dinasti  Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan  Islam
di  Spanyol   semakin    goyah.   Situasai    bertambah    parah     karena    adanya
pertentangan segitiga antara Khalifah Fatimiyah di Mesir, Khalifah Abbasiyah di
Baghdad dan Amir Umayyah di Cordova  yang   memproklamirkan  diri  sebagai
Khalifah. Situasi  yang  demikian  mendorong para  penguasa  Kristen  di  Eropa
Merebut satu persatu daerah kekuasaan Islam, seperti dinasti kecil di Edessa dan
Baitul Maqdis.

            3.Faktor Sosial Ekonomi
`              Para pedagang besar yang berada di pantai  Timur Laut  Tengah, terutama  yang
   ada dikota Venesia, Genoa dan pisa, berambisi  untuk  mengasai  sejumlah  kota
   dagang disepanjang pantai Timur dan selatan  Laut  Tengah  untuk  memperluas
    jaringan dagang mereka, untuk itu  mereka  siap  menanggung   sebagian   dana
   Perang Salib  dengan  maksud  menjadikan   kawasan  tersbut  sebagaian   pusat
   perdaganan mereka apa bila  pihak  Kristen  di  Eropa  memperoleh  kemenagan,
   hal itu di  mungkinkan   karena   jalur  Eropa   akan   bersambung   dengan   rute
   perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersbut.
C. JALANYA PERANG SALIB
1. Sejarah Perang Salib
Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani pada periode 1095-1291 M; biasanya direstui oleh Paus atas nama Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Muslim dan awalnya diluncurkan sebagai respon atas permohonan dari Kekaisaran Bizantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama Abad ke 16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran antara agama, ekonomi dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan sembilan ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke 11 sampai dengan Abad ke 13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke 16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Sebagian sejarawan berpendapat bahwa, Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan. Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib ketiga) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibu kota Bizantium, Konstantinopel.
Ada jug ahli sejarah yang menegaskan bahwa, dalam Perang Salib ada  yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam beberapa periode Perang Salib .
Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Bazantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slav dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei
.           Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Kecuali pada saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya berhasil menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu dua abad.
Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim. Paus memberikan, baik restu kepausan standard maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Bizantium yang sedang diancam oleh kaum Muslim Seljuk, menjadi perhatian semua orang. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.
Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal ini sebagian adalah karena adanya Kontroversi Investiture, yang berlangsung mulai tahun 1075 dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama.
Karena kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berusaha untuk menarik pendapat publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci, yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran Kristen) dan Antioch (kota Kristen yang pertama)  dari orang Muslim.
            Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlaku.
            Teori ini mendekati kepada apa yang diucapkan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada abad ke-12.

2. Situasi Timur Tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem, yang berada jauh di Timur  sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslimlah yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Bizantium yang beragama Kristen Orthodox Timur.
Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Suci (Church of The Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Bizantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.

3. Penyebab Langsung

Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Bizantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Bizantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 2.000.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern).
 Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Orthodox Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Bizantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada tahun 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan Leon pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidak bersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting, dan kaum Kristen, yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang, amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur, mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan.
 Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Edessa. Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan latin II di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul-Maqdis (15 Juli 1099 M) dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul-Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV, Rajanya adalah Raymond.
Selanjutnya Syeikh Imaduddin Zanki pada tahun 1144 M, penguasa Moshul dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zanki. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Kejatuhan Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua. Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M. Dengan demikian kerajaan Latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard the Leon Hart raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Akan tetapi mereka tidak berhasil memasuki Palestina. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.
Pada tahun 1219 M, meleteus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib periode ketiga, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II, mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi. Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyat, Raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Daulah Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baybars, Qalawun dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.

4. Kondisi Sesudah Perang Salib Pertama

Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Orthodox Timur. Kekerasan terhadap Kristen Orthodox ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Acra jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah penghancuran bangsa Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham Catharisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.
Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Knights Hospitaller. Sesudah kejatuhan Acra yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.

5. Pengaruh Perang Salib di Eropa

Perang Salib amat mempengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan. Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa awal perang salib.
Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.
Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.
Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas Bizantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.
Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Bizantium, yang sebagian besar diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Bizantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Bazantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada tahun 1453.
Melihat apa yang terjadi terhadap Bizantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib berikutnya dapat disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma terutama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib berikutnya dapat dikatakan mengabaikan tujuan yang kedua untuk memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo untuk mencapai tujuan yang utama. Meskipun begitu, dalam Perang Salib ini ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan besar.

6. Efek Perang Salib terhadap Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
Konsekuensi yang secara jangka panjang penghancurkan melalui perang salib, menurut ahli sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari berbagai arah, dunia Islam berpaling ke dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitive dan defensive, sikap yang tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu proses dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.

7. Pengaruh Perang Salib Bagi Yahudi

Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara SalibKekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakangan juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak ada satu perang salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan bekas yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad pertengahan.
Periode perang salib diungkapkan dalam banyak narasi Yahudi. Di antara narasi-narasi itu, yang terkenal adalah catatan-catatan Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The Narrative of The Old Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan “The Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.

D. PERIODE PERANG SALIB
            Para sejarawan berbeda pendapat dalam menetapkan periodisasi Perang Salib, Prof. Ahmad Syalabi dalam At-Tarikh Al-Islami wa Al-Hadharat Al-Islamyyah misalnya membagi periodisasi Perang Salib itu atas tujuh periode. Sedang menurut Dr. Badri Yatim M.A. bahwa Perang Salib di bagi dalam tiga periode. Menurut K. Haiti dalam The Arabs A Shot History, pembagian Perang Salib yang lebih tepat adalah berikut:
1. Periode penaklukan (1094-1144 M)
2. Periode reaksi umat Islam (1144-1192 M)
3. Periode kehancuran dalam pasuka salib (1192-1291 M)
1. Periode pertama
            Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II pada Konsili Clemont (26 November 1095 M) Menurut penilaian K. Haiti, pidato ini merupakan pidato yang paling berkesan sepanjang sejarah Paus, pidato ini menggema pada seluruh negri di Eropa yang membangkitkan umat krtisten untuk mempersiapkan perang dan mengadaka penyerbuan. Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti berbagai kalangan masyarakat.
Hasan    Ibrahim   dalam   Tarikh al-Islami, menggambarkan  gerakan  ini  sebagai
gerombolan rakyat jelata yang tidak memiliki pengalaman berperang , tidak disiplin dan tanpa memiliki persiapan, Gerakan ini dipimpin oleh Piere I’Ermite, sepanjang jalan menuju kota Konstantinopel mereka membuat keonaran, melakukan perampokan dan bahkan terjadi bentrok dengan penduduk Honggaria dan Bizantium, Ahirnya dengan muda pasuka Salib dengan mudah dapat dikalahkan pasukan Dinasati Saljuk, Pasukan Salib berikutnya dipimpin oleh Godfry of Boulion tetapi tidak lebih hanya merupakan ekspidisi militer yang terorganisasi dengan rapi.
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000   orang   Eropa,  sebagian   besar   orang
Prancis dan Norman berangkat menuju kota Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfry, Bohemon dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar pada tanggal 18 Juni 1097 M, mereka berhasil menaklukan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Edessa, disini mereka mendirikan kerajaan latin I dengan Baldawin sebagai rajanya, pada tahun yang sama mereka menaklukan Antiochea dan mendirikan kerajaan latin II di Timur. Bohemon dilantik menjadi rajanya, mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis atau Yarussalem pada tanggal 15 Juli 1099 M dan mendirikan kerajaan latin III dan Godfry sebagai rajanya, setelah berhasil menduduki Baitul Maqdis pasukan Salib melanjutkan ekspansinya, mereka mengusai Kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan Tyre (1124 M) di Tripoli mereka mendirikan kerajaan latin IV dengan Raymond sebagai rajanya.
Pada tahun 1127 M, muncul Imaduddin Zanki  seorang  pahlawan   Islam terbesar
di Muosul, yang dapat mengalahkan tentara Salib dikota Aleppo, Hamimah, dan Edessa, Kemenangan itu meruoakan prtama kali yang disusul dengan kemenangan selanjutnya sehingga tentara Salib merasakan pahitnya kekalahan demi kekalahan, pada tahun 1146 M Imaduddin Zanki   wafat.
2. Pereode Kedua
            Wafatnya   Imaduddin Zanki, membangkitkan  anaknya,   Nuruddin  Zanki  untuk melanjutkan tugas sang ayah, meneruskan tugas agama, melakukan jihad, Nuruddin  Zanki  berhasil merebut kembaki Antiochea pada tahun 1149 M, dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembaki.
Jatuhnya    Edessa   ini   mengobarkan   Perang  Salib   kedua.  Paus   Egenius   III
menyerukan perang suci yang disambut positif oleh Raja Prancis Louis VII dan Raja Jerman Codrad II, Keduanya memimpin pasuakn Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syiria, akan tetapi pasukan mereka dihadang oleh Nuruddin  Zanki, mereka tidak berhasil memasuki Damaskus, Louis VII dan Codrad II sendiri melarikan diri pulang ke negrinya, pada tahun 1174 M  Nuruddin  Zanki wafat. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalahuddin Al-Ayyubi yang behasilmendirikan Dinasti Ayyubiyah di mesir pada tahun 1175 M, hasil peperangan Shalahuddin Al-Ayyubi yang terbesar adalah merebut kembali Yarussalem pada 2 Oktober 1187 M, Dengan demikian kerajaan lati yang didirikan tentara Salib selama 88 tahun berahir.
Jatuhnya Yarussalem ke tangan kaum Muslimin sangat memukul perasaan tentara
Salib, Merka menyusun rencana balasan, kali ini tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarosa, Raja Jerman, Richad the Lion Hart Raja Inggris dan Philip Agustus Raja Prancis, pasukan ini bergerak pada tahun 1189, meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin akan tetapi metreka dapat merebut Akka yang kemudian dijadikan ibi kota kerajaan Latin, tetapi mereka tidak berhasil merebut Palestina, pada tanggal 2 November 1192 M dibuat suatu perjanjian antara tentara Salib dan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh Al-Ramlah, dalam perjanjian itu disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu, tidak lama setelah perjanjian itu disepakati Shalahuddin Al-Ayyubi, pahlawan Perang Salib meninggal dunia pada Februari 1193 M.

3. Periode Ketiga
            Tentara Salib pada periode ketiga ini  dipimpin Raja Jerman  Frederick II, kali  ini mereka berusaha merebut mesir terlebih dahulu sebelum menyerang Palestina dengan harapan mendapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibti. Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki kota Dimyat, Raja Mesir waktu itu dari Dinasti Ayyubiyah, Al-Malikul Kamil, membuat perjanjian dengan  Frederick II . Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247  M, dimasa Al-Malikus Shalih, Penguasa Mesir selanjtutnya, Ketika Mesir dikuasai mamalik pengganti Dinast Ayyubiyah, pimpinan kaum muslimain dipegang oleh Baybars Qalawun, pada masa ini Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimain pada tahun 1291 M.
Dalam periodae ini telah terukir dalamsejarah munculnya pahlawan   wanita Islam
yang terkenal gagah berani, yaitu Syajar Ad-Dur, dia berhsil menghancurkan pasukan Raja Louis IX dari Prancis dan sekaligus menangkap Raja tersebut,bukan hanya itu sejarah mencatat bahwa pahlawa wanita gagah perkasa ini telah menunjukan sikap kebesaran Islam dengan mengizinkan Raja Louis IX kembali ke negrinya, Prancis.
Meskipun menderita kekalahan dalam  Perang   Salib, pihak  Kristen   Eropa telah
mendapat hikmah yang tidak ternilai karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian maju, bahkan kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya renaisans (pencerahan) di Barat. Mereka membawa kebudayan dari Timur-Islam ke Barat terutama dalam bidang militer, seni, perindustrian, pertanian, astronomi, kesehatan dan keperibadian.
Demikianlah   Perang   Salib   yang   terjadi   di   Timur,   Perang   ini  tidak hanya  
berhenti di Barat, di Sapanyol sampai ahirnaya ummat Islam terusir,  meskipun demikian, mereka tidak dapat merebut apapun dari tangan kaum Muslimin, dan tidak dapat menurunkan bendera Islam dari Palestina. Walaupun tentara Islam dapat mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian akibat perang itu sangat banyak, kerugian ini membuat kekuatan politik kaum Muslimin menjadi lemah.















BAB III KESIMPULAN

            Dari uraian sedikt diatas dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:

1. Perang Salib  terjadi  hampir  dua  abad, yakni  antara  tahun 1095-1291 M. dan
     terbagi dalam tiga periode.
2. Perang Salib awlanya disebabkan adanya persaingan pengaruh antara Islam dan
    Kristen.
3. Perang Salib  memberi hikmah yang tidak ternilai bagi perkembangan keilmuan
               di Eropa.
4. Perang Salib  mengakibatkan kerugian yang besar bagi umat Islam, khususunya   
   dibidang politik walaupun umat Islam  tampil sebagai pemenang.
 





















BAB IV DAFTAR PUSTAKA

Samsul Munir Amin 2009. Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Yokyakarta. 

As-Saharsatani, Al-Milal wa An-Nihal, Toha Putra, Semarang.

Ahmad Syalabi, At-Tarikh Al-Islam wa Al-Hadarat Al-Islamiyah, Bairut,  Lebanon.

Hasan Ibrahim, Tarikh Al-Islam, Bairut, Lebanon.

www. Wikipedia Isalm.co.id