MAKALAH
PERANG SALIB
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam yang dibina oleh :
Bpk. Drs. Faisal Nasar bin Madi MA.
Oleh:
Muhyi Abdurrohim (082092011)
JURUSAN DAKWAH / TAFSIR HADIST
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN) JEMBER
2010
BAB I PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Begitu pentingnya ilmu Sejarah Peradaban
Islam bagi kehidupan manusia, akan tetapi jarang manusia yang memahami hakikat
ilmu itu dengan kesadaran khusus. Bahkan jarang pula orang yang menyadari
pentingnya ilmu itu. Hal itu terjadi antara lain karena kurang minatnya Umat
Islam untuk menelaah dan mengkaji serta mengambil hikmah dari pada Sejarah
peradabanya sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman pengertian dan sejarah Perang
Salib ?
2. Bagaimana timbulnya Perang Salib dan sebab-sebanya?
3. Bagaimana jalan dan periodisasi
Perang Salib?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
pengertian dan sejarah Perang Salib.
2 Untuk
mengetahui timbulnya Perang Salib dan sebab-sebanya.
3. Untuk mengetahui
jalan dan periodisasi Perang Salib.
D. Manfaat
1. Untuk dijadikan
pegangan bagi kita dalam berjuang menegakkan agama Islam dan mengambil hikmah
yang besar dari Perang Salib.
2. Untuk dijadikan
pedoman hidup dalam menghadapi corak masyarakat yang semakin beraneka ragam.
BAB II PEMBAHASAN
A. TIMBULNYA
PERANG SALIB
Perang Salib (The Crusades War)
adalah serangkaian perang agama selama hampir dua abad, sebagai reaksi Kristen
Eropa terhadap Islam Asia, Perang ini terjadi karena sejumlah kota dan tempat
suci Kristen diduduki Islam sejak 632 M, seperti di Suriyah, Asia Kecil,
Spanyol dan Sicilia, Militer kristen menggunakan Salib sebagai simbol yang
menunjukan bahwa perang ini suci dan bertujuan membebasakn kota suci Baitul
Maqdis (Yarussalem) dari orang
Islam.
Perang
Salib awalnya disebabkan adanya persaingan
pengaruh antara Islam dan
Kristen, Penguasa Islam Alp Arselan yang memimpin gerakan
ekspansi yang kemudian dikenal dengan “ Peristiwa Manzikart” pada tahun 464 H
(1071 M) menjadikan orang-orang Romawi terdesak, Tentara Alp Arselan yang hanya
berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara
Romawi yang berjumlah 200.000 orang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz,
Al-Akraj, Al-Hajar, Prancis dan Armenia.
Peristiwa besar ini menanamkan kebencian orang-orang Kristen terhdap umat
Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian itu kemudian bertambah,
setelah dinasti Saljuk dapat merebut Baitil Maqdis pada tahun 471 H dari
kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir, Penguasa Saljuk
menetapkan beberapa peratuaran bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke sana,
Peraturan ini dirasakan sabgat menyulitkan mereka.
Oleh karena itu, untuk memperoleh kembali
keleluasan berziarah ke tanah suci itu,
pada tahun 1095 M,
Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa agar melakukan perang suci,
Perang ini kemudian dikenal dengan Perang Salib karena pasukan Kristen dalam
berperang mengenakan tanda Salib pada pakaian yang dikenakanya sebagai lambang.
Menurut philip K. Haiti, Perang
Salib adalah reaksi dunia Kristen di Eropa terhadap dunia Islam di Asia, sejak
tahun 632 M yang merupakan pihak penyerang, di Syiria dan Asia Kecil, tetapi
juga di Spanyol, dan Sisilia, Dilihat dari sudut lain maka faktor-faktor yang
turut menimbulkan Perang Salib adalah keinginan mengembara dan bakat
kemiliteran bangsa Teotonia yang merubah peta Eropa sejak mereka memasuki
lembaran sejarah; penghancuran Gereja Suci dilakukan oleh seorang Khalifah
Fatimiyah yang bernama Al-Hakim, tahun 1009 M, sedangkan gereja itu merupakan
tujuan beribu-ribu jamah dari Eropa, dan perlakuan buruk yang dialami oleh para
jamaah Kristen di Asia Kecil yang telah diislamkan. Akan tetapi yang menjadi
penyebab langsung terjadinya Perang Salib adalah permintaan Kaisar Alexius
Comnenus tahun 1095 M kepada Paus Urbanus II. Kaisar dari Bizantium ini meminta
bantuan dari Romawi, karena daerah-daerahnya yang terserak sampai ke pesisir
Laut Marmora ditindas-binasakan oleh Bani Saljuk, bahkan kota Konstantinopel
pusat kekuasaan Romawi diancam direbut oleh kaum Muslimin.
Pidato yang mungkin paling besar
hasilnya dalam sejarah, adalah pidato Paus Urbanus II pada tanggal 26 November
1095 M di Clermont (Prancis Selatan), orang-orang Kristen mendapat suntikan
untuk mengunjungi kuburan-kuburan suci dan merebutnya dari orang-orang bukan Kristen
serta menaklukan mereka. Seruan bersama ’’Tuhan menghendaki yang demikian“
menggelora diseluruh negri dan memiliki pengaruh pisikologis, baik dilapisan
masyarakat bawah maupun atas, maka dimusim semi tahun beriktnya 150.000 orang
yang terdiri dari sebagian besar orang Prancis dan Norman memenuhi panggilan
tersebut dan berkumpul di Konstantinopel, Perang Salib pertama pun dimulai.
Menurut
Karen Armstrong, sebab utama
Perang
Salib adalah
pendudukan
Saljuk di Syiria
yang sebelumnya dikuasai daulah Fatimiyah pada tahun 1070 M, selama pertempuran
itu Saljuk juga terlibat konflik dengan Kekaiesaran Bizantium yang sedang lemah
dan pertahananya tidak memiliki pertahanan yang cukup kuat, Ketika pasukan
Salib memasuki perbatasan Anatolia, mereka mengalahkan Bizantium di Perang
Manzikart pada tahun 1071M.
Maka lebih dari satu dekade Turki
Nomaden bebas menjelajahi Anatolia
dengan kawanan mereka dan para Amir mendirikan negara-negara kecil disana,
digerakkan oleh orang-orang Muslim yang melihat Anatolia sebagai perbatasan
baru dan tanah harapan, karena tidak berdaya menahan laju orang Turki maka
Kaisar Bizantium Alexius Comnenus meminta bantuan Paus pada tahun 1091 M, Paus
Urbanus II menyatakan Perang Salib Pertama, Saljuk di Syiria yang sebelumnya
dikuasai daulah Fatimiyah pada tahun 1070 M Saljuk di Syiria yang sebelumnya
dikuasai daulah Fatimiyah pada tahun 1070 M, tetapi tetap tidak mampu
menghalangi orang-orang Turki merebut wilayah tersebut.
Pada ahir abad ke 13 orang-orang
Turki telah mencapai Mediterania, Selama abad ke 14 mereka menyebrangi laut
Aegean, menetap di Balakn dan sampai ke Danube, Tidak ada pemimpim muslim yang
berhasil mengalahkan Bizantium yang menjadi prestise kekaisaran Romawi Kono,
Oleh karena itu orang-orang Turki dengan bangga menyebut negara baru mereka di
Anatolia itu sebagai ’’Rum’’ atau Roma untuk selanjutnya orang-orang Muslim
memperluas wilayah pada dua daerah yang sebelumnya tidak pernah menjad bagian
dari “Darul Islam“ yaitu Eropa Timur dan sebagian Barat India yang kelak
menjadi wilayah yang sangat prudiktip.
Perang Salib berlangsung selama 200 tahun, dari mulai 1095-1293
M, dengan
delapan kali
penyerbuan. Perang tersebut bertujuan merebut kota suci Palestina, tempat
“tapak Tuhan berpijak“ dari tangan kaum muslimin, Peperangan ini memakan korban
baik jiwa maupun harta dan kebudayaan yang tidak sedikit jumlahnya, Perang
tersebut termasuk peristiwa yang sangat menyedihkan di pantai timur laut
tengah, yang merusak hubungan antara dunia Timur dan dunia Barat.
B. SEBAB-SEBAB PERANG SALIB
Ada beberapa faktor yang memicu
terjadinya Perang Salib, dan yang paling utama dari faktor-faktor tersebut ada
tiga hal, yaitu agama, politik, dan sosialekonomi.
1. Faktor agama
Sejaka dinasti Saljuk merebut
Baitul Maqdis dari
tangan dinasti Fatimiyah
pada tahun 1070 M, pihak Kristen merasa tidak
bebas lagi menunaikan ibadah
kesana karena
penguasa Saljuk menetapkan peraturan
yang mempersulit
mereka yang hendak
melaksanakan ibadah kesana bahakan mereka yang pulang
ziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari
orang Saljuk
yang
fanatik Umat Kristen merasa perlakuan
para penguasa dinast
Saljuk
sangat berbeda dari penguasa Islam lainya
yang pernah menguasai kawasan itu
sebelumnya.
2.Faktor politik
Kekalahan
Bizantium sejak 330 disbut Konstantinopel
(Istanbul ) di Manzikart,
wilayah Arminia pada tahun 1071 M dan jatuhnya
Asia Kecil kekuasaan Saljuk
telah mendorong Kaisar Alexius I Comenus (kaisar Konstantinopel) untuk
meminta bantuan pada Paus Urbanus II (1035-1099M)
yang menjadi
paus
antara tahun 1088-1099 M,
dalam uasahanya mengembalikan kekuasaanya
didaerah
pendudukan dinasti Saljuk, Paus Urbanus II mau membantu Bizantium
karena
adanya janji kaisar Alexius untuk tunduk
dibawah kekuasaan Paus di
Roma
dan harapan untuk mempersatukan gereja Yunai dan Roma. Pada waktu
itu
Paus memiliki kekuasaan yang besar pada raja yang berada dibawah
kekuasaanya,
dia dapat memberi
sanksi kepada raja yang membangkang
terhadap perintah paus dengan mencopot
pengakuanya sebagai raja.
Dilain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada
waktu itu sedang melemah sehingga
Orang-orang
Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang
Salib, ketika itu dinasti Saljuk di Asia
Kecil sedang mengalami perpecahan dan
Dinasti Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh,
sementara kekuasaan Islam
di Spanyol
semakin goyah. Situasai
bertambah parah karena
adanya
pertentangan
segitiga antara Khalifah Fatimiyah di Mesir, Khalifah Abbasiyah di
Baghdad
dan Amir Umayyah di Cordova yang memproklamirkan diri sebagai
Khalifah. Situasi yang demikian mendorong para penguasa Kristen di Eropa
Merebut
satu persatu daerah kekuasaan Islam, seperti dinasti kecil di Edessa dan
Baitul
Maqdis.
3.Faktor
Sosial Ekonomi
` Para
pedagang besar yang berada di pantai
Timur Laut Tengah, terutama yang
ada dikota Venesia, Genoa dan pisa,
berambisi untuk mengasai
sejumlah kota
dagang disepanjang pantai Timur dan
selatan Laut Tengah
untuk memperluas
jaringan dagang mereka, untuk
itu mereka siap
menanggung sebagian dana
Perang Salib dengan
maksud menjadikan kawasan
tersbut sebagaian pusat
perdaganan mereka apa bila pihak Kristen
di Eropa
memperoleh kemenagan,
hal itu di mungkinkan karena jalur Eropa akan
bersambung dengan rute
perdagangan di Timur melalui jalur
strategis tersbut.
C. JALANYA PERANG SALIB
1. Sejarah Perang Salib
Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata
yang dimulai oleh kaum Kristiani pada periode 1095-1291 M; biasanya direstui
oleh Paus atas nama Agama Kristen, dengan
tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Muslim dan awalnya
diluncurkan sebagai respon atas permohonan dari Kekaisaran Bizantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia.
Istilah ini juga digunakan untuk
ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama Abad ke 16 di wilayah di luar
Benua Eropa,
biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran antara
agama, ekonomi dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib
memasukkan sembilan ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke 11 sampai
dengan Abad ke 13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga
Abad ke 16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara
signifikan selama masa Renaissance.
Sebagian sejarawan berpendapat bahwa, Perang
Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan
daerah. Hal ini dibuktikan bahwa
tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan. Perang Salib
berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang
mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk
internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan
kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang
Salib ketiga) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya
kota-kota Kristen, termasuk ibu kota Bizantium, Konstantinopel.
Ada jug ahli sejarah yang menegaskan bahwa, dalam Perang Salib ada
yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan
menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu
menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik
internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan
kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi
melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam beberapa periode Perang Salib .
Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Bazantium di timur yang disebabkan oleh gelombang
baru serangan Muslim Turki. Pecahnya
Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad
Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah
peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slav dan Magyar, telah
membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk
bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha
untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan
Treuga Dei
. Usaha ini
dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari
tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah
kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Kecuali pada saat terjadi Reconquista
di Spanyol
dan Portugal,
dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan
pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya
berhasil menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu dua abad.
Pada tahun 1063, Paus Alexander
II memberikan restu
kepausan bagi kaum Kristen Iberia untuk
memerangi kaum Muslim. Paus memberikan, baik restu kepausan standard
maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Bizantium yang sedang diancam oleh kaum Muslim Seljuk, menjadi
perhatian semua orang. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari
Kaisar Alexius I
Comnenus kepada Paus Urbanus II.
Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens
yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib,
sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau
wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal ini
sebagian adalah karena adanya Kontroversi Investiture, yang berlangsung mulai tahun 1075 dan masih berlangsung selama Perang Salib
Pertama.
Karena kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berusaha untuk menarik pendapat publik, maka masyarakat menjadi terlibat
secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah
kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah
keagamaan. Hal ini kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang
untuk Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci, yang termasuk Yerusalem (dimana
kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran
Kristen) dan Antioch (kota Kristen yang pertama) dari orang Muslim.
Selanjutnya,
“Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi
setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari
kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara
salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka
percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga
pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi adalah
apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu
teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk Yerusalemlah
“penebusan dosa” itu berlaku.
Teori
ini mendekati kepada apa yang diucapkan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya.
Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil merebut Yerusalem, maka
orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”.
Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem,
orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh
karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa
sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat
kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada abad ke-12.
2. Situasi Timur Tengah
Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu
mempengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan
dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara
itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem, yang
berada jauh di Timur sampai ketika
mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa
non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan
bersenjata kaum Muslimlah yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada
kekuasaan Kekaisaran Bizantium yang beragama Kristen Orthodox Timur.
Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur
adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Suci (Church of The Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Bizantium
untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk
berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi banyak laporan yang beredar di Barat
tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang
didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting
dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.
3. Penyebab Langsung
Penyebab langsung dari Perang Salib
Pertama adalah permohonan
Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Bizantium dan
menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini
dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Bizantium telah
dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit,
dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang
berjumlah 2.000.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan
kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern).
Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Orthodox
Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas
permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya
sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru
bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Bizantium,
akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem,
setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis
pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang
berkedudukan di Mesir.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada
tahun 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia
dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre,
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa
Moor Toledo kepada Kerajaan Leon pada tahun
1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidak bersatuan penguasa-penguasa Muslim
merupakan faktor yang penting, dan kaum Kristen, yang meninggalkan para
wanitanya di garis belakang, amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal
hal lain selain bertempur, mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan
untuk dipertahankan.
Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di
lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka
dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran
di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan
perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran
mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian
besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada
tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun
1098 M menguasai Edessa. Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin I
dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka
dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan latin II
di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul-Maqdis (15 Juli 1099 M) dan mendirikan kerajaan Latin III
dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul-Maqdis itu, tentara Salib
melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M)
dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV,
Rajanya adalah Raymond.
Selanjutnya Syeikh Imaduddin Zanki
pada tahun 1144 M, penguasa Moshul dan Irak, berhasil menaklukkan
kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya
dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin
Zanki. Syeikh Nuruddin
berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh
Edessa dapat direbut kembali.
Kejatuhan Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan
Perang Salib kedua. Paus Eugenius III menyampaikan perang suci
yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya
memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak
maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki
Damaskus.
Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh
Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil
mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil
peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem
pada tahun 1187 M. Dengan demikian kerajaan Latin di Yerussalem yang
berlangsung selama 88 tahun berakhir.
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum muslimin sangat
memukul perasaan tentara salib. Mereka pun menyusun rencana balasan.
Selanjutnya tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard the Leon Hart raja
Inggris,
dan Philip Augustus raja Perancis.
Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dari
Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Akan
tetapi mereka tidak berhasil memasuki Palestina.
Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib dengan
Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam
perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis
tidak akan diganggu.
Pada tahun 1219 M, meleteus kembali
peperangan yang dikenal dengan Perang Salib periode ketiga, dimana tentara
Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II, mereka
berusaha merebut Mesir
lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi. Dalam
serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyat, Raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu
itu, al-Malik al-Kamil, membuat
penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick
bersedia melepaskan Dimyat, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin
di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen
di Syria.
Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum
muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-Shalih,
penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik
yang menggantikan posisi Daulah Ayyubiyyah,
pimpinan perang dipegang oleh Baybars, Qalawun dan Syaikhul
Islam Ibn Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin
tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai
umat Islam terusir dari sana.
4. Kondisi Sesudah Perang Salib Pertama
Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan
paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang
menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga
perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Orthodox Timur. Kekerasan
terhadap Kristen Orthodox
ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama
terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta
lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib
yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja
atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu
menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran
yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Acra jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun
1291 dan sesudah penghancuran bangsa Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham Catharisme pada Perang Salib
Albigensian, ide perang
salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga
Kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.
Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah
adalah orde Knights Hospitaller.
Sesudah kejatuhan Acra yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes
dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya
dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.
5. Pengaruh Perang Salib di Eropa
Perang Salib amat mempengaruhi Eropa pada Abad
Pertengahan. Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh
kekuasaan Kepausan,
akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa
modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada
masa awal perang salib.
Meski benua Eropa telah bersinggungan
dengan budaya Islam selama
berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia,
banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur
diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.
Pengalaman militer perang salib juga
memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan
bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak
lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib
dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.Bersama
perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai
timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab
termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju
perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada
masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.
Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan
menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa.
Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi,
terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat
mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan
Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin
bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga
membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak
negara-kota di Itali
yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan
dengan negara-negara Salib,
baik di Tanah Suci maupun kemudian
di daerah-daerah bekas Bizantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak
barang ke Eropa
yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal.
Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah,
gading,
batu-batu mulia, teknik
pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel,
hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.
Keberhasilan untuk melestarikan Katolik
Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Bizantium,
yang sebagian besar diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat
terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal,
penguasa Venesia
dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Bizantium adalah negara Kristen yang stabil
sejak abad ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun
1204, Bazantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan
akhirnya jatuh pada tahun 1453.
Melihat apa yang terjadi terhadap Bizantium, Perang Salib lebih dapat
digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap
ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib berikutnya dapat disebut sebuah
anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas,
khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma terutama dalam
menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan
tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks
inilah, Perang Salib berikutnya dapat dikatakan mengabaikan tujuan yang kedua
untuk memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo untuk mencapai tujuan yang
utama. Meskipun begitu, dalam Perang Salib ini ditentang oleh Paus pada saat
itu dan secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan besar.
6. Efek Perang Salib terhadap Dunia Islam
Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam.
Dimana persamaan antara “Bangsa Frank” dengan
“Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional
mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai
pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan
kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai
pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
Konsekuensi yang secara jangka panjang penghancurkan melalui perang salib,
menurut ahli sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri.
Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari berbagai arah, dunia
Islam berpaling ke dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitive dan defensive, sikap
yang tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu
proses dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.
7. Pengaruh Perang Salib Bagi Yahudi
Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 yang menggambarkan
pembantaian orang Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara SalibKekerasan tentara
Salib terhadap bangsa Yahudi di kota-kota di Jerman dan Hongaria,
belakangan juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan
pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi
bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski
tidak ada satu perang salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan
ini meninggalkan bekas yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah
pihak selama berabad-abad. Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin
merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini
memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad
pertengahan.
Periode perang salib diungkapkan dalam banyak narasi Yahudi. Di
antara narasi-narasi itu, yang terkenal adalah catatan-catatan Solomon bar
Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The Narrative of The Old Persecution”
yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan “The Book of
Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.
D. PERIODE PERANG SALIB
Para sejarawan berbeda pendapat
dalam menetapkan periodisasi Perang Salib, Prof. Ahmad Syalabi dalam At-Tarikh
Al-Islami wa Al-Hadharat Al-Islamyyah misalnya membagi periodisasi Perang
Salib itu atas tujuh periode. Sedang menurut Dr. Badri Yatim M.A. bahwa Perang
Salib di bagi dalam tiga periode. Menurut K. Haiti dalam The Arabs A
Shot History, pembagian Perang Salib yang lebih tepat adalah berikut:
1. Periode penaklukan (1094-1144 M)
2. Periode reaksi umat Islam (1144-1192 M)
3. Periode kehancuran dalam pasuka salib
(1192-1291 M)
1.
Periode pertama
Jalinan
kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan
semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II pada Konsili
Clemont (26 November 1095 M) Menurut penilaian K. Haiti, pidato ini merupakan
pidato yang paling berkesan sepanjang sejarah Paus, pidato ini menggema pada
seluruh negri di Eropa yang membangkitkan umat krtisten untuk mempersiapkan
perang dan mengadaka penyerbuan. Gerakan
ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti berbagai kalangan masyarakat.
Hasan
Ibrahim dalam Tarikh al-Islami, menggambarkan gerakan
ini sebagai
gerombolan rakyat
jelata yang tidak memiliki pengalaman berperang , tidak disiplin dan tanpa
memiliki persiapan, Gerakan ini dipimpin oleh Piere I’Ermite, sepanjang jalan
menuju kota Konstantinopel mereka membuat keonaran, melakukan perampokan dan
bahkan terjadi bentrok dengan penduduk Honggaria dan Bizantium, Ahirnya dengan
muda pasuka Salib dengan mudah dapat dikalahkan pasukan Dinasati Saljuk,
Pasukan Salib berikutnya dipimpin oleh Godfry of Boulion tetapi tidak lebih
hanya merupakan ekspidisi militer yang terorganisasi dengan rapi.
Pada musim
semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa,
sebagian besar orang
Prancis dan Norman
berangkat menuju kota Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang
dipimpin oleh Godfry, Bohemon dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar pada
tanggal 18 Juni 1097 M, mereka berhasil menaklukan Nicea dan tahun 1098 M
menguasai Edessa, disini mereka mendirikan kerajaan latin I dengan Baldawin
sebagai rajanya, pada tahun yang sama mereka menaklukan Antiochea dan
mendirikan kerajaan latin II di Timur. Bohemon dilantik menjadi rajanya, mereka
juga berhasil menduduki Baitul Maqdis atau Yarussalem pada tanggal 15 Juli 1099
M dan mendirikan kerajaan latin III dan Godfry sebagai rajanya, setelah
berhasil menduduki Baitul Maqdis pasukan Salib melanjutkan ekspansinya, mereka
mengusai Kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan Tyre (1124 M) di Tripoli
mereka mendirikan kerajaan latin IV dengan Raymond sebagai rajanya.
Pada tahun
1127 M, muncul Imaduddin Zanki seorang pahlawan
Islam terbesar
di Muosul, yang
dapat mengalahkan tentara Salib dikota Aleppo, Hamimah, dan Edessa, Kemenangan
itu meruoakan prtama kali yang disusul dengan kemenangan selanjutnya sehingga
tentara Salib merasakan pahitnya kekalahan demi kekalahan, pada tahun 1146 M
Imaduddin Zanki wafat.
2. Pereode Kedua
Wafatnya Imaduddin Zanki, membangkitkan anaknya,
Nuruddin Zanki untuk melanjutkan tugas sang ayah, meneruskan
tugas agama, melakukan jihad, Nuruddin
Zanki berhasil merebut kembaki
Antiochea pada tahun 1149 M, dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut
kembaki.
Jatuhnya Edessa
ini mengobarkan Perang
Salib kedua. Paus
Egenius III
menyerukan perang
suci yang disambut positif oleh Raja Prancis Louis VII dan Raja Jerman Codrad
II, Keduanya memimpin pasuakn Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syiria,
akan tetapi pasukan mereka dihadang oleh Nuruddin Zanki, mereka tidak berhasil memasuki
Damaskus, Louis VII dan Codrad II sendiri melarikan diri pulang ke negrinya,
pada tahun 1174 M Nuruddin Zanki wafat. Pimpinan perang kemudian
dipegang oleh Shalahuddin Al-Ayyubi yang behasilmendirikan Dinasti Ayyubiyah di
mesir pada tahun 1175 M, hasil peperangan Shalahuddin Al-Ayyubi yang terbesar
adalah merebut kembali Yarussalem pada 2 Oktober 1187 M, Dengan demikian
kerajaan lati yang didirikan tentara Salib selama 88 tahun berahir.
Jatuhnya Yarussalem
ke tangan kaum Muslimin sangat memukul perasaan tentara
Salib, Merka
menyusun rencana balasan, kali ini tentara Salib dipimpin oleh Frederick
Barbarosa, Raja Jerman, Richad the Lion Hart Raja Inggris dan Philip Agustus Raja
Prancis, pasukan ini bergerak pada tahun 1189, meskipun mendapat tantangan
berat dari Shalahuddin akan tetapi metreka dapat merebut Akka yang kemudian
dijadikan ibi kota kerajaan Latin, tetapi mereka tidak berhasil merebut
Palestina, pada tanggal 2 November 1192 M dibuat suatu perjanjian antara
tentara Salib dan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh Al-Ramlah, dalam
perjanjian itu disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke
Baitul Maqdis tidak akan diganggu, tidak lama setelah perjanjian itu disepakati
Shalahuddin Al-Ayyubi, pahlawan Perang Salib meninggal dunia pada Februari 1193
M.
3. Periode Ketiga
Tentara Salib pada periode ketiga ini dipimpin Raja Jerman Frederick II, kali ini mereka berusaha merebut mesir terlebih
dahulu sebelum menyerang Palestina dengan harapan mendapat bantuan dari
orang-orang Kristen Qibti. Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki kota
Dimyat, Raja Mesir waktu itu dari Dinasti Ayyubiyah, Al-Malikul Kamil, membuat
perjanjian dengan Frederick II . Dalam perkembangan
berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun
1247 M, dimasa Al-Malikus Shalih,
Penguasa Mesir selanjtutnya, Ketika Mesir dikuasai mamalik pengganti Dinast
Ayyubiyah, pimpinan kaum muslimain dipegang oleh Baybars Qalawun, pada masa ini
Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimain pada tahun 1291 M.
Dalam
periodae ini telah terukir dalamsejarah munculnya pahlawan wanita Islam
yang terkenal
gagah berani, yaitu Syajar Ad-Dur, dia berhsil menghancurkan pasukan Raja Louis
IX dari Prancis dan sekaligus menangkap Raja tersebut,bukan hanya itu sejarah
mencatat bahwa pahlawa wanita gagah perkasa ini telah menunjukan sikap
kebesaran Islam dengan mengizinkan Raja Louis IX kembali ke negrinya, Prancis.
Meskipun
menderita kekalahan dalam Perang Salib, pihak
Kristen Eropa telah
mendapat hikmah
yang tidak ternilai karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban
Islam yang sudah sedemikian maju, bahkan kebudayaan dan peradaban yang mereka
peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya renaisans (pencerahan) di
Barat. Mereka membawa kebudayan dari Timur-Islam ke Barat terutama dalam bidang
militer, seni, perindustrian, pertanian, astronomi, kesehatan dan keperibadian.
Demikianlah Perang
Salib
yang terjadi
di
Timur, Perang ini tidak
hanya
berhenti di Barat,
di Sapanyol sampai ahirnaya ummat Islam terusir, meskipun demikian, mereka tidak dapat merebut
apapun dari tangan kaum Muslimin, dan tidak dapat menurunkan bendera Islam dari
Palestina. Walaupun tentara Islam dapat mempertahankan daerah-daerahnya dari
tentara Salib, namun kerugian akibat perang itu sangat banyak, kerugian ini
membuat kekuatan politik kaum Muslimin menjadi lemah.
BAB III KESIMPULAN
Dari uraian sedikt diatas dapat
disimpulkan beberapa hal, antara lain:
1. Perang Salib terjadi hampir dua
abad, yakni antara tahun 1095-1291 M. dan
terbagi dalam tiga periode.
2. Perang Salib awlanya disebabkan adanya
persaingan pengaruh antara Islam dan
Kristen.
3. Perang Salib memberi hikmah yang tidak ternilai bagi
perkembangan keilmuan
di
Eropa.
4. Perang Salib mengakibatkan kerugian yang besar bagi umat
Islam, khususunya
dibidang politik walaupun umat
Islam tampil sebagai pemenang.
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
Samsul Munir Amin 2009. Sejarah Peradaban Islam, Amzah,
Yokyakarta.
As-Saharsatani,
Al-Milal wa An-Nihal, Toha Putra, Semarang.
Ahmad
Syalabi, At-Tarikh Al-Islam wa Al-Hadarat Al-Islamiyah, Bairut, Lebanon.
Hasan
Ibrahim, Tarikh Al-Islam, Bairut,
Lebanon.
www.
Wikipedia Isalm.co.id