Minggu, 10 Juni 2012

SAGITA PAK ZAINUDDIN


Perbedaan penafsiran diantara ulama salaf

لغتهم العربية
Pendapat kami, para sahabat ra. menafsirkan al-quran sesuai dengan bahasa arab  sesuai perespektif mereka,
dan dengan pengetahuan mereka tentang asbab al-nuzul ( sebaba turunya ayat) juga dengan hal-hal dan kejadian yang ada kaitanya dengan asbab al-nuzul ( sebaba turunya ayat) tadi, mereka merujuk kepada Nabi saw. apa bila ada yang sulit difahami
وقلنا
Pendapat kami jug, bahwa para tabi’in belajar kepada para sahabat, mengambil dan meriwayatkan dari mereka (sahabat).
para tabi’in belajar metode penafsiran dari sahabat dan juga dalam penafsiran para tabi’in memakai al-ra’yu dan ijtihad mereka, dan bahasa arab mereka masih terjamin, untuk tidak sampai pada darajat yang lemah, seperti halnya kenerasi setelah mereka.
Inilah Pendapat kami masalah tafsir, dan kami tambahkan, bahwa pendokomentasian ilmu-ilmu adab, ilmu-ilmu logika, ilmu-ilmu alam,dan perbedaan pendapat dalam masalah fiqih dan ilmu kalam, semua ilmu-ilmu itu belum terangkat dan teraktualisasi dimasa sahabat dan tabi’in,
Meskipun pada masa sahabat dan tabi’in sudah ada bibit-bibit semua ilmu-ilmu tersebut, yang muncul pada generasi setelahnya,
Inilah kondisi di dimasa sahabat dan tabi’in, maka secara otomatis sangat sedikit perbedaan tafsir didua periode ini dibanding periode- periode yang lain, dan perbedaan itu tidak selebar pada periode- periode setelahnya.
perbedaan tafsir dimasa sahabat sangat sedikit sekali, demikian juga dimasa tabi’in meskipun lebih banyak daripada dimasa sahabat, dan perbedaan mereka masalah hukum islam lebih banyak dari pada perbedaan masalah tafsir.
kalau kami teliti pendapt-pendapat ulama salaf tentang tafsir dan kami himpun apa yang menjadi ketetapan mereka dalam tafsir bi al-ma’tsur maka kami akan menampilkan dengan gampang bahwa kebanyakan perbedaan- perbedaan mereka dalam satu masalah saja.
maka pendapat seorang sahabat berbeda denga pendapat sahabat yang lain, dan pendapat seorang tabi’in berbeda denga pendapat tabi’in yang lain bahkan kami menemukan dua pendapat dalam sayu masalah da kedua-duanya dinisbakan pada seorang saja.
apakah ini berarti perbedaan tafsir sangat luas perputaranya dimasa sahabat dan tabi’in?, dan apakah ini juga berarti bahwa seorang sahabat atau tabi’in, sering merusak pendapat mereka dalam satu masalah?
Tidak, bukan demikian, perbedaan tafsir tidak luas perputaranya dimasa sahabat dan tabi’in, dan tidak juga bahwa seorang sahabat atau tabi’in, sering merusak pendapat mereka dalam satu masalah.
hal tersebut disebabkan karena, kebanyakan perbedaan tafsir dimasa sahabat dan tabi’in, itu misalnya, Cuma berbeda didalam ibarat saja.
atau berbeda dalam  ragam prespektif saja bukan berbeda scara esensi dan berlawanan, seperti yang dituduhkan sebagian orang lalu dia mnceritakan bahwa perbedaan tafsir sahabat dan tabi’in, itu adalah pendapat-pendapat yang kontradiktif, yang sebagian tidak bisa meruju kesebagian yang lain.
dan kami mampu, setelah membahas dan meneliti pendapat2 yang berbeda tapi tidak bertentangan, bahwa perbedaan itu dikarenakan beberapa hal, yang akam kami jelaskan bahwa perbedaan tafsir dimasa sahabat dan tabi’in, itu tidak ada kontradiktif dan anti tesa diantara mereka. yaitu:
1. setiap mufassir dari sahabat dan tabi’in memakai bahas yang berbeda denga yang lain yang menunjukkan satu arti dalam satu orang yang disebut, berbeda dengan yang lain meskipun satu topic atau satu orang yang disebut, seperti nama-nama Allah yang baik.
dan nama-nama Rasulullah saw., nama-nama al-Quran, karena nama-nama Allah yang baik meskipun banyak akan tetapi itu cum untuk satu zat saja yaitu Allah swt. maka berdoa dengan satu nama dari nama-nama Allah yang baik tidak bertentengan dengan berdoa dengan nama lain dari nama-nama Allah yang baik, bahkan perintah Allah justru seperti firmanya: katakanlah, berdoalah kamu dengan kepada Allah atau kepada al-Rahman, kpan saja kamu berdoa maka baginya adalah nama-nama yang baik.
kalau kita meneliti setiap nama-nama Allah maka disana kita akan menemukan zat Allah dab satu sifat yang terkandung didalamnya, jadi “al-alim” menunjukan pada zat dan tahu, yaitu Allah maha tahu, juga “al-Qadir” menunjukan pada zat dan kuasa yaitu Allah maha kuasa dan seterusnya.
kemudian setiap nama-nama Allah itu menunjukan pada sifat yang juga ada di nama-nama Allah yang lain melalui jalan kelaziman, demikian juga di nama-nama Nabi saw.  seperti Muhammad, ahmad dan Hamid, juga nama-nama Al-Quran seperti Al-Furaqn, M.T.Hi., al-Huda semester IV, al-Syifa’ dll.
kalau maksud orang yang bertanya adalah menunjuk orang yang disebut, maka boleh mengibaratkan denga satu nama yang melekat padanya, kalau sudah diketahui namanya, contoh: firmanya: “barang siapa yang berpalig dari zdikir kepadaku…..”
 kalau ditanyakan apa itu zdikir? maka bisa dijawab Al-quran, atau kiatab, bisa juga petunjuk Allah, dll. menurut pendapat yang mengatakan bahwa: masdar (Kalimat yang menjadi asal muasal semua kalimat kata “zdikr”) bisa mudaf (kalimat dua menjadi satu) kepada fa’il (Ya’ mutakallim) seperti yang ditunjukkan susunan dan tata letak ayat.
kalau maksud orang yang bertanya adalah mengetahui sifat yang khusus maka pasti membutuhkan kadar tambahan untuk menunjuk orang yang disebut, missal bertanya, siapa “al-quddus”, “l-salam”, al-Mu’min”, dan al-Muhaimin” maka sudah diketahui kalau itu adalah Allah swt. akan tetapi yang dimaksud adalah diketahuinya allah maha suci, member keselamatan, member rasa aman, dan Allah yang maha memelihara. dll.
ulama salafus salih mengibaratkan orang yang disebut dengan bahsa yang menunjukan jenisnya, meskipun tidak mencakup semua sifat yang ada di nama yang lain, seperti bertanya: siapa “al-quddus”,? maka dijawab dia adalah Allah/al-rahman/al-ghafur tetapi maksudnya orang yang disebut adalah satu yaitu Allah swt. bukan bermaksud sifat “al-quddus” adalah jawaban-jawaban itu, perbedaan seperti contoh diatas sama sekali tidak ada pertentengan atau kontradiktif, seperti tuduhan beberapa orang.
Contohnya lagi perbedaan tafsir sahabat dan tabi’in,  adalah masalah al-Shiarat al-Mustaqim, sebagian berpendapat, adalah mengikuti al-Quran, Karen hadits nabi yang diriwayatkan al-Tirmidziy yaitu “ allah member contoh al-Shiarat al-Mustaqim, didua lambungnya ada dua pagar,
didua pagar itu ada pintu-pintu yang terbuka, di pintu-pintu ada tutup, ada seseorang memanggil dari atas al-Shiarat dan ada seseoranglagi memanggil dari ujung al-Shiarat, Nabi bersabda: al-Shiarat al-Mustaqim adalah agama islam, dua pagar itu adalah had-had Allah, pintu-pintu yang terbuka itu adalah larangan Allah, seseorang memanggil dari ujung al-Shiarat adalah kitab Allah, dan seseoranglagi memanggil dari atas al-Shiarat,adalah peringatan Allah dihati seorang mu’min.
sebagian berpendapat: al-Shiarat al-Mustaqim adalah mengikuti sunah wal jama’ah, sebagian lagi berpendapat:  al-Shiarat al-Mustaqim adalah jalan ibadah,
sebagian lagi berpendapat:  al-Shiarat al-Mustaqim adalah taat kepada Allah dan Rasulnya, dll.
pendapat seperti ini tidaklah menunjukkan perbedaan dan pertemtengan, bahkan semua pendapat- pendapat itu pada hakikatnya sepakat, karena agama islam adah mengikuti al-Quran, yaitu taat kepada Allah dan Rasulnya, dan itu adalah jalan ibadah, jadi esensinya sama, Cuma semua pendapat- pendapat itu mengamati dari presfekti berbeda-beda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar