Sejak usia kanak-kanak kita melaksanakan sholat.
Sekarang ketika juga melaksanakan sholat baik wajib maupun sunnah. Namun,
tentunya pemahaman kita terhadap sholat terus menerus dikembangkan sehingga
sholat menjadi aktivitas yang menyenangkan, menjadi hobi dan sekaligus menjadi
satu-satunya jalan paling mudah, murah dan efektif menghadap Tuhan Yang Maha
Kuasa.
Stress, gelisah, gundah gulana karena banyaknya masalah
dalam hidup yang menekan kejiwaan manusia juga harusnya bisa dikikis dengan
sholat. Kita jadikan sholat sebagai sarana untuk menyerahkan diri dari segala
masalah hidup yang datang silih berganti setiap saat. Sholat pada titik ini
adalah solusi paling mujarab karena sholat adalah tiang dari tegak runtuhnya
jalan hidup (agama) yang kita anut, yaitu Islam.
Belajar sholat di sini maksudnya bukanlah seperti seorang
anak yang belum mengenal tata cara/ syariat sholat. Disini kita tidak membahas
tata cara syariat dan gerakan fisik secara khusus, melainkan bagaimana suasana
batin/rasa kita saat sholat sehingga kita bisa meraih sholat secara khusyuk.
Yang pada akhirnya kita akan memperoleh manfaat yang luar biasa besar dalam
hidup kita sehari-hari. Baik kemanfaatan buat tubuh/badan kasar yang berupa
kesehatan tubuh sekaligus hidupnya mata hati, rasa, batin dan nurani atau badan
halus/badan astral kita semua.
Baiklah pertama kita akan membahas tentang NIAT. Apa niat
kita sesunguhnya ketika sholat? Tiada yang lain selain berserah diri kepada
Allah. Selanjutnya kita mengangkat kedua tangan dalam takbirotul ikhram yaitu
ALLAHU AKBAR. Kita merasakan Allah adalah semua yang ada ini berada ”di dalam”
Allah, lafal Hu adalah tempat dimana kita menjatuhkan penunjukan kemudian
melafalkan Akbar sebagai kenyataan yang paling sejati, bahwa tiada apapun di
alam semesta ini kecuali Allah Yang Maha Besar. Semuanya kecil dan kerdil,
tiada apapun melebihi kebesaran NYA. Ketika kita membaca Allahu Akbar ini, kita
resapi di dalam hati dan kita mewaspadailah konsentrasi hingga selesai.
Apa yang perlu dipikirkan atau dijadikan konsentrasi ketika
sholat? Yang pertama, konsentasinya adalah kepada makna dan arti bacaan sholat.
Namun ketika makna dan arti bacaan sholat itu sudah tuntas kita pahami, kita
ulang-ulang dan kita hayati serta resapi maknanya maka taraf lanjutannya adalah
lenyapnya diri (mengosongkan, menghilangkan diri) di dalam shalat. Dalam
referensi beragam kitab tentang olah rasa, mengosongkan diri ini terdiri dari
ada empat hal. Yaitu munajat, kedua disebut ihram, ketiga tubadil dan kempat
mikraj.
Apa arti dari munajat? Yaitu ketika kita membaca bacaan
dalam shalat, maka kita hayati bahwa yang mengucapkan itu tidak hanya ucapan
anda melainkan itu juga ucapan Tuhan. Kita heningkan cipta di dalam kalbu
sementara Tuhan yang mengucapkan juga DIA yang Maha Mendengar. Tuhan ada
dimana-mana, sehingga ketika membaca bacaan maka Tuhan ada di depan, di
belakang, disamping kiri dan kanan di atas di bawah, di luar diri kita bahkan
ada di “dalam” diri kita sendiri. Merasa manunggal dengan Allah Yang Maha
Pengasih, Pemurah dan Penyayang, di dunia dan sampai akhir kelak ini berlanjut
hingga akhir sholat bahwa hakikat dari sholat adalah menghadapkan diri secara
total dan final kepada Tuhan Semesta Alam.
Mengosongkan diri Ihram itu artinya kita berkonsentrasi
bahwa di dalam diri kita ini juga terliputi segala sifat Tuhan, mulai dari
sifat Wujud NYA yaitu tetap bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan
sesuatu sebab. Sehingga kita percaya bahwa wujud itu satu satunya zat yang ada
di dunia. Sifat selanjutnya adalah Qidam yaitu yang paling awal ada dan paling
akhir bahkan hanya wujud NYA lah yang satu-satunya ada. Bila sementara sekarang
kita hidup di dunia ini ada banyak wujud, seperti wujud benda-benda dan alam
semesta ini semua karena diadakan oleh Allah SWT. Dia lah satu-satunya menjadikan
tiap-tiap suatu yang ada. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak mendahului dan
menciptakan semua ini berarti sesuatu itu tidak akan pernah ada.
Kekosongan selanjutnya adalah tubadil. Artinya menyadari
segala gerakan dan tingkah dalam sholat adalah gerakan dari Tuhan Yang Maha
Agung. Jadi gerakan kita dan gerakan NYA pada titik ini seperti lampu dan
cahaya, menjadi satu. Ruh itu adalah percikan Dzat-NYA, sehingga kita bisa
mencapai mikraj. Bahwa kita tidak lagi merasa kita telah menggerakkan badan dan
tubuh kita. Jadi makna dari Mikraj itu artinya menyadari bahwa diri kita tidak
berkuasa sama sekali, lemah dan mati. Seluruh gerak itu berasal dari Allah,
semua dari Allah, kita ini ibarat hanyalah sebuah butir kayu yang ikut dalam
perjalanan air.
Adanya manusia itu ada yang fana. Tidak abadi. Seperti
bayangan tubuh kita di lantai saat terkena sinar matahari. Sementara Tuhan Yang
Maha Kuasa lah yang sesungguhnya memiliki ada yang abadi. Manusia sesungguhnya
adalah nafi, namun ketika kita hidup di dunia kita sering mengakui bahwa kita
benar-benar ada. Apalagi kita merasa memiliki kedudukan, pangkat, jabatan,
harta benda maka kita seakan-akan berkuasa dan bangga akan ada kita. Padahal
semua itu hanyalah bayangan dari kuasa NYA.
Maka ketika kita sholat, kita dianjurkan untuk senantiasa
menyadari ada kita yang fana ini. Saat mengucapkan Allahu Akbar, lenyaplah diri
kita ini. Kita pahami denga budi pekerti dan hati nurani bahwa wujud kita yang
sejati, yaitu tiada berwujud apapun juga. Sehingga ketika kita memahami bahwa
hanya ada satu wujud maka Gusti dan Kawula itu lenyap. Namun jika masih merasa
ada jarak kawula gusti ketika shalat maka disarankan untuk tetap meneruskan
sholatnya karena sholat adalah wajib. Semingga akhirnya kita bisa melaksanakan
sholat secara sempurna yaitu dua menjadi satu, satu menjadi dua, hilanglah
kawula di dalam Gustinya.
Diri kita ini di dalam sholat perlu senantiasa menyadari
rasa manunggal dengan Tuhan. Saat menyebut kata Allah, maka sesungguhnya Tuhan
sendirilah yang memuji diri NYA dan diri kita ini adalah sarana perwujudan yang
nyata dari keberadaan Tuhan yang sesungguhnya.
….Sampurnane shalat iku, nora ningali kekalih,
nora ningali Pangeran, kawula nora kaeksi, ilang kawula Gusti, tan ana dulu
dinulu, ananging idhepira, kang anembah kang amuji, pan kagenten sih
nugrahaning Pangeran…
Sempurnanya shalat itu, tidak melihat dua, tidak melihat
Tuhan, hamba tidak diperlihatkan, hilang kawula gusti, tak ada kuasa atau
menguasai, yang menyembah dan memuji itu diganti oleh kasih anugrah Allah SWT.
Pada akhirnya kita akan sampai pada pemahaman bahwa ini atau
esensi dari sholat adalah pengosongan diri, peniadaan diri, peleburan diri LA
ILAHA ILALLAH. Tiada ilah atau persembahan, titik pandang atau apapun juga
kecuali Allah. Ini adalah shalat daim yaitu memahami menghayati ada NYA dan tak
pernah putus dalam hati “melihat” Tuhan Yang Maha Luhur yang dinamakan
makrifat. Yaitu tak adalagi aku (ingsun) dan Allah, yang ada hanyalah Allah
Yang Maha Esa atau Tunggal.
Esa Allah berada pada zat, pada sifat dan pada
perbuatan-NYA. Esa pada Dzat artinya tiada dzat lain di alam semesta ini karena
pada esensinya semuanya adalah SATU DZAT. Satu Dzat-NYA itu bukan bermakna
bahwa dzat Allah itu terdiri dari banyak Dzat yang lan seperti tersusun
daripada darah , daging , tulang ,urat dan lain-lain. Makna Esa Allah SWT pada
sifat artinya tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala memiliki beberapa sifat dalam
satu sifat. Misalnya tidak mungkin Tuhan itu punya sifat Qiyamuhu Binafsihi
(Berdiri Allah dengan sendirinya) namun pada sisi lain punya sifat tergantung
pada makhluk-NYA. Sifat dari Allah itu sepenuhnya Maha Sempurna.
Sementara makna esa dalam perbuatan yaitu bukanlah bercerai
berai pada perbuatan. Yaitu tidak ada perbuatan yang lain menyamai perbuatan
Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya perbuatan Allah
SWT. Perbuatan Allah adalah perbuatan yang hakikatnya tidak sama dengan
perbuatan manusia. Bila kita menamai ada perbuatan baik dan jahat, mulia dan
keji maka di dalam perbuatan NYA sama sekali tidak ada kontradiksi dan
dualitas.
WUSANA KATA
Artkel ini hanyalah sekelumit makna yang mampu dibeberkan
dari hamba al fakir dan bodoh ilmu seperti saya. Pasti tidak sempurna ilmu dan
pemahaman karena sebanyak apapun makna yang mampu dibeberkan oleh manusia untuk
memaknai sholat ibarat hanyalah setetes maka di dalam samudra makna-NYA yang
Maha Sempurna.
Kita akhiri kajian sholat dengan satu saran yaitu kita perlu
meneruskan proses kesadaran di dalam sholat agar kita jangan menduakan Tuhan,
dari awal hingga akhir. Hanya Dzat-Nya Yang Sejati. Kita jadikan sholat kita
menjadi Sholat Ismu Alam, yaitu sholatnya roh dan jasad kita, kita sebut pahami
dan laksanakan dalam perilaku yang mencerminkan asma Allah SWT tak pernah
henti. Dimana pun kita berada hanya melihat Tuhan yang abadi tiada henti.
Kita perhatikan pergerakan alam, kita hayati terjadinya bumi
dan langit dan kita lihat dengar sejuta kejadian yang ada di depan mata hati
kita sebagai wujud anugrah kehendak Allah yang kekal abadi dan hidup. DIA tidak
pernah tidur dan mati…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar