Keris manjing warangka, warangka
manjing curiga. 'aku' adalah isi dari wujud yang kukenal sekarang
ini, didalam 'aku' bisa saja tumbuh berbagai 'jiwa', didalam 'jiwa'
terkandung cipta rasa karsa, karena cipta rasa karsa, maka 'aku'
berderajat setingkat diatas makhluk lainnya,
tri tunggal inilah yang mendominasi
akal manusia, karena hal ini pulalah manusia bergelar Wakil Sang
Pencipta, manusia adalah tuan dari segala yang pernah
diciptakan, tapi manakala salah satu dari ketiga unsur ini
merajalela, derajatnya sang 'aku' jadi lebih rendah dari
binatang, tekad ucap lampah 'ingsun' jauh dari sejatining
keramat, sejatining keramat berisikan; 'pengaruh' 'wibawa'
dan 'kharisma', 'pengaruh' hasil dari usaha dan kerja keras
mengamalkan ilmu sejati, 'wibawa' hasil dari ketaatan pada Guru Ratu
WongAtua Karo, 'Kharisma' hasil dari pelaksanaan ajaran Rasul dalam
ketaatan pada Gusti Allah, kesemuanya menyuruh kepada laku
lampah, bukan panjang angan-angan sebab berkuasanya cipta didalam
'jiwa', kesemuanya terfokus pada ketaatan, bukan sekehendaknya sang
'karep' membawa wujud tanpa arah, kesemuanya karena sudah tahu kepada rasa
yang tunggal; manunggaling rasa, bukan kesamaran rasa, merasa benar
didalam salah, yang salah dibenarkan, yang benar disalahkan,
rasa yang paling sering didatangi sang utusan Pencipta,
rasa yang paling sering didatangi sang utusan Pencipta,
rasa yang paling cepat menerima
sentuhan alam,
rasa yang paling mampu menangkap
bahasa universal,
rasa yang paling mudah tersentuh
melihat yang nyata atau ghaib,
rasa yang paling jujur
melebihi jujurnya indera lahiriyah,
rasa yang paling menerima ganjaran
nikmat atau siksa,
rasa yang paling apa adanya
mengungkap kebenaran,
rasa yang paling melihat bahwa kita
selalu dilihat,
rasa yang paling akhir pergi dari
badan,
bahkan rasa ikut masuk bersama badan
kedalam kubur meski hidupnya sudah tiada, begitu itu jika rasanya terlalu
mencintai dunia (wujud baru), begitu itu karena belum mengenal rasa
sejatinya,
rasa sejati itu sengaja diutus
sebagai penyeimbang,
rasa ada ditengah antara cipta dan
karsa,
rasa adalah pembagi atau per( / )
bagi keduanya,
maka jika cipta atau pikir bekerja
harus per-rasa-an, begitupun jika karsa atau keinginan meronta harus
per-rasa-an, jika kita mampu berlaku seperti itu; maka jadilah kita
manusia yang ber per-rasa-an, artinya sudah tahu bahwa rasa tunggal;
manunggaling rasa, kalau dicubit merasa sakit; maka tidak mau
mencubit, kalau diejek merasa terhina; maka tidak mau mengejek, untuk
pengenalan yang lebih akrab harus sering kembali kepada rasa, jika
keseimbangan jiwa terganggu harus cepat kembali kepada rasa, jika
terseok tersungkur oleh uji coba harus mampu kembali kepada
rasa, semakin banyak pengalaman kebaikan maka akan mudah kembali kepada
rasa, jangan biarkan lidah berbohong, pikir mengingkari, hati menolak,
supaya jujur kembali kepada rasa, kafir itu menolak kebenaran, isinya iman
itu mau menerima segala kebenaran yang kembali kepada rasa, rasa sakit dan
rasa nikmat sebagai pengembalian kesucian; bisakah apa adanya kembali kepada
rasa, berjiwa besar, keluasan ilmu dan kebijaksanaan karena bisa
melihat semua kembali kepada rasa,
tidak terasa apa-apa; oleh apa-apa; karena tidak akan apa-apa kalau kita tidak berbuat apa-apa ; yang maha apa-apa, selalu apa-apa kepada yang merasa ada apa-apanya;
tidak terasa apa-apa; oleh apa-apa; karena tidak akan apa-apa kalau kita tidak berbuat apa-apa ; yang maha apa-apa, selalu apa-apa kepada yang merasa ada apa-apanya;
maka keputusan akhir ada pada rasa,
yaitu : rasa curiga kepada
yang maha apa-apa, masa ... menciptakan kita tanpa bawa apa-apa, maka apa
perabotnya untuk mengenal yang maha apa-apa, tanpa kita mengenal rasa
apa-apa, jadi jangan sungkan, bahkan harus sukuran jika kita merasakan
suatu rasa, rasa ... apa saja, dengan paripurnanya pengalaman rasa, maka
Allah tinggikan derajat GuruSejati,
sederajat para mujahid dan utusan
Allah ... amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar