Proses
Penciptaan Manusia
Penciptaan manusia dan
aspek-aspeknya yang luar biasa itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa
informasi di dalam ayat-ayat ini sedemikian rinci sehingga mustahil bagi orang
yang hidup di abad ke-7 untuk mengetahuinya. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
هو
الدي خلقكم من تراب ثم من نطفة ثم من نطفة ثم من علقة ثم يخرجكم طفلا ثم لتبلغوا
أشدكم ثم لتكونوا شيوخا
“Dia-lah yang menciptakan kamu
dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah,
kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan
hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup
lagi) sampai tua,” (Qs. Ghafir:67)
ايحسب
الانسان ان يترك سدى (36) الم يك نطفة من مني يمنى (37)
“Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak
terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan?” (QS Al
Qiyamah:36-37)
Seperti yang telah kita amati,
Al-Qur’an memberi tahu kita bahwa manusia tidak terbuat dari mani selengkapnya,
tetapi hanya bagian kecil darinya. Bahwa tekanan khusus dalam pernyataan ini
mengumumkan suatu fakta yang baru ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern itu
merupakan bukti bahwa pernyataan tersebut berasal dari Ilahi.
Ketika sperma dari laki-laki
bergabung dengan sel telur wanita, intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel
tunggal yang dikenal sebagai “zigot” dalam ilmu biologi ini akan segera
berkembang biak dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi “segumpal
daging”. Tentu saja hal ini hanya dapat dilihat oleh manusia dengan bantuan
mikroskop. Nabi saw. bersabda:
عَنْ
أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ
: إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً
نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ
ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ،
وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ
وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ
أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ
عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَ
رواه البخاري ومسلم
“Dari
Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud r.a, dia berkata, “Rasulullah SAW
menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan
dibenarkan,’sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaanya di dalam perur
ibunya sebagai setetes mani selama 40 hari, kemudian berubah menjadi setetes
darah selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging selama 40 hari. Kemudian
diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan kepadanya ruh dan dia
diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : rezeki, ajal, amal, dan
kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Illah selainNya,
sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surgA hingga
jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta, akan tetapi telah ditetapkan
baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka, maka masuklah dia ke
dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli
neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta, akan tetapi
telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga, maka
masuklah dia ke dalam surga’”(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist ini menjelaskan dua aspek
penting yang berkenaan langsung dengan kehidupan manusia. Pertama, fase
perkembangan manusia di dalam perut ibunya. Kedua, penetapan qadar sebagaimana
keyakinan mazhab Ahlus SUnnah wal Jamaah. Mari kita simak bersama
penjabarannya.
Dalam benak kita mungkin tebersit
pertanyaan, mengapa Allah menciptakan anak Adam dalam beberapa fase? Padahal
Dia Mahakuasa untuk menciptakannya sekaligus dalam waktu sekejap? Perlu kami
ingatkan sejenak bahwa setiap tindakan dan syariat Allah pasti mengandung
hikmah dan pelajaranyang dapat diambil. Hanya saja, hikmah tersebut kadang bisa
kita ketahui dan kadang akal kita belum mampu mengetahuinya . Meskipun kita
belum mengetahui hikmah tersebut, kita harus tetap yakin bahwa di balik semua
itu terdapat hikmah yang besar bagi makhlukNya. Tidak semestinya kita bertanya,
misalnya, “mengapa shalat zuhur berjumlah 4 rakaat? Sedangkan shalat subuh
hanya dua rakaat?” Tidak selayaknya kita bertanya demujuan, karena Allah
berfirman, “Dia tidak ditanya tentang apa yang dipebuatNya dan merekalah yang
akan ditanyai”(QS.Al Anbiyaa’[21]:23)
Dalam beberapa hal tertentu, memang
kita dituntut untuk menomorduakan akal dan pikiran kita. Jika kita bersikeras
memakai akal sebagaimana perangkat untuk mengukur syariat Allah, hal itu akan
menjerumuskn kita dalam keragu-raguan dan sikap was-was. Contoh kecil saja,
ketika seseorang kentut, Allah tidak memerintahkannya untuk membasuh dubur
ketik dia hendak shalat. Mengapa? Akan tetapi, yang diperintahkan Allah kepada
kita adalah berwudhu karena ajaran agama ini tidak berdasarkan pada akal dan
pikiran, tetapi bersifat taufiqy (diajarkan langsung oleh Alloh dan RasulNya).
Berangkat dari sinilah Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan :
“Jika agama itu cukup dengan
pikiran maka bagian bawah khuff lebih utama untuk diusap dari pada bagian atas.
Aku benar-benar melihat Nabi SAW mengusap punggung kedua khuffnya”(HR. Abu
Dawud)
Begitu pula kaitannya dengan
penciptaan anak Adam. Ada tiga hikmah yang dapat kita petik di balik tahap
penciptaannya. Pertama, agar ada kesesuaian penciptaan manusia dengan
penciptaan alam yang luas, sesuai dengan hokum dan sebab akibat serta
pendahuluan dan kesimpulan. Kedua, Allah mengajarkan kepada para hambaNya untuk
bersikap tenang dan tidak tergesa-gesa dalam urusan mereka. Ketiga,
pemberitahuan bahwa jika akan meraih kesempurnaan dengan cara bertahap sesuai
dengan bertahapnya jasad dalam penciptaannya dari satu fase ke fase berikutnya
hingga mencapai dewasa.
Dalam penciptaannya, manusia
mengalami empat fase perkemabangan sebagai berikut :
1. Fase nutfah
(setetes mani) selama empat puluh hari.
2. Fase ‘alaqah
(semacam gumpalan darah) selama empat puluh hari.
3. Fase mughaladhah
(sepotong atau segumpal daging) selama empat puluh hari.
4. Fase terakhir
setelah ditiupkan ruh kepadanya.
Patut untuk diketahui bahwa sebelum
masa empat bulan, janin tidak bisa dihukumi sebagai manusia yang hidup.
Berangkat dari pemikiran ini, jika si janin gugur sebelum memasuki usia empat
bulan, ia tidak perlu dimandikan, dikafani, atau dishalatkan. Sebab, ia belum
menjadi manusia. Setelah berusia empat bulan, barulah ia dihukumi sebagai
manusia, karena saat itu telah ditiupkan ruh kepadanya . Oleh sebab itu, jika
setelah usia tersebut mengalami keguguran , ia harus dimandikan, dikafani, dan
dishalatkan, seperti halnya manusia yang telah melewati masa Sembilan bulan.
Demikian menurut uaraian Syek Utsaimin. Seteleah menjalani empat fase tersebut,
Allah memerintahkan malaikat untuk menulis atau menetapkan empat kalimat
(ketetapan) kepadanya, yaitu rezeki, ajal, amal, dan kecelakaan atau
kebahagiaannya.
Sisi penting lain tentang informasi
yang disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an adalah tahap-tahap pembentukan
manusia dalam rahim ibu. Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa dalam rahim ibu,
mulanya tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang
membungkus tulang-tulang ini.
“Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS Al
Mu’minun:14)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar