Minggu, 08 April 2012

Proses Penciptaan Manusia


Proses Penciptaan Manusia
            Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya yang luar biasa itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa informasi di dalam ayat-ayat ini sedemikian rinci sehingga mustahil bagi orang yang hidup di abad ke-7 untuk mengetahuinya. Beberapa di antaranya sebagai berikut:

هو الدي خلقكم من تراب ثم من نطفة ثم من نطفة ثم من علقة ثم يخرجكم طفلا ثم لتبلغوا أشدكم ثم لتكونوا شيوخا
            “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua,” (Qs. Ghafir:67)
             
ايحسب الانسان ان يترك سدى (36) الم يك نطفة من مني يمنى (37)
             Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan?” (QS Al Qiyamah:36-37)
            Seperti yang telah kita amati, Al-Qur’an memberi tahu kita bahwa manusia tidak terbuat dari mani selengkapnya, tetapi hanya bagian kecil darinya. Bahwa tekanan khusus dalam pernyataan ini mengumumkan suatu fakta yang baru ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern itu merupakan bukti bahwa pernyataan tersebut berasal dari Ilahi.
            Ketika sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal sebagai “zigot” dalam ilmu biologi ini akan segera berkembang biak dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi “segumpal daging”. Tentu saja hal ini hanya dapat dilihat oleh manusia dengan bantuan mikroskop. Nabi saw. bersabda:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَ
رواه البخاري ومسلم

            “Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud r.a, dia berkata, “Rasulullah SAW menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan,’sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaanya di dalam perur ibunya sebagai setetes mani selama 40 hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging selama 40 hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan kepadanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : rezeki, ajal, amal, dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Illah selainNya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surgA hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta, akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka, maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta, akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga, maka masuklah dia ke dalam surga’”(HR. Bukhari dan Muslim)
            Hadist ini menjelaskan dua aspek penting yang berkenaan langsung dengan kehidupan manusia. Pertama, fase perkembangan manusia di dalam perut ibunya. Kedua, penetapan qadar sebagaimana keyakinan mazhab Ahlus SUnnah wal Jamaah. Mari kita simak bersama penjabarannya.
            Dalam benak kita mungkin tebersit pertanyaan, mengapa Allah menciptakan anak Adam dalam beberapa fase? Padahal Dia Mahakuasa untuk menciptakannya sekaligus dalam waktu sekejap? Perlu kami ingatkan sejenak bahwa setiap tindakan dan syariat Allah pasti mengandung hikmah dan pelajaranyang dapat diambil. Hanya saja, hikmah tersebut kadang bisa kita ketahui dan kadang akal kita belum mampu mengetahuinya . Meskipun kita belum mengetahui hikmah tersebut, kita harus tetap yakin bahwa di balik semua itu terdapat hikmah yang besar bagi makhlukNya. Tidak semestinya kita bertanya, misalnya, “mengapa shalat zuhur berjumlah 4 rakaat? Sedangkan shalat subuh hanya dua rakaat?” Tidak selayaknya kita bertanya demujuan, karena Allah berfirman, “Dia tidak ditanya tentang apa yang dipebuatNya dan merekalah yang akan ditanyai”(QS.Al Anbiyaa’[21]:23)
            Dalam beberapa hal tertentu, memang kita dituntut untuk menomorduakan akal dan pikiran kita. Jika kita bersikeras memakai akal sebagaimana perangkat untuk mengukur syariat Allah, hal itu akan menjerumuskn kita dalam keragu-raguan dan sikap was-was. Contoh kecil saja, ketika seseorang kentut, Allah tidak memerintahkannya untuk membasuh dubur ketik dia hendak shalat. Mengapa? Akan tetapi, yang diperintahkan Allah kepada kita adalah berwudhu karena ajaran agama ini tidak berdasarkan pada akal dan pikiran, tetapi bersifat taufiqy (diajarkan langsung oleh Alloh dan RasulNya). Berangkat dari sinilah Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan :
            “Jika agama itu cukup dengan pikiran maka bagian bawah khuff lebih utama untuk diusap dari pada bagian atas. Aku benar-benar melihat Nabi SAW mengusap punggung kedua khuffnya”(HR. Abu Dawud)
            Begitu pula kaitannya dengan penciptaan anak Adam. Ada tiga hikmah yang dapat kita petik di balik tahap penciptaannya. Pertama, agar ada kesesuaian penciptaan manusia dengan penciptaan alam yang luas, sesuai dengan hokum dan sebab akibat serta pendahuluan dan kesimpulan. Kedua, Allah mengajarkan kepada para hambaNya untuk bersikap tenang dan tidak tergesa-gesa dalam urusan mereka. Ketiga, pemberitahuan bahwa jika akan meraih kesempurnaan dengan cara bertahap sesuai dengan bertahapnya jasad dalam penciptaannya dari satu fase ke fase berikutnya hingga mencapai dewasa.
            Dalam penciptaannya, manusia mengalami empat fase perkemabangan sebagai berikut :
1. Fase nutfah (setetes mani) selama empat puluh hari.
2. Fase ‘alaqah (semacam gumpalan darah) selama empat puluh hari.
3. Fase mughaladhah (sepotong atau segumpal daging) selama empat puluh hari.
4. Fase terakhir setelah ditiupkan ruh kepadanya.
            Patut untuk diketahui bahwa sebelum masa empat bulan, janin tidak bisa dihukumi sebagai manusia yang hidup. Berangkat dari pemikiran ini, jika si janin gugur sebelum memasuki usia empat bulan, ia tidak perlu dimandikan, dikafani, atau dishalatkan. Sebab, ia belum menjadi manusia. Setelah berusia empat bulan, barulah ia dihukumi sebagai manusia, karena saat itu telah ditiupkan ruh kepadanya . Oleh sebab itu, jika setelah usia tersebut mengalami keguguran , ia harus dimandikan, dikafani, dan dishalatkan, seperti halnya manusia yang telah melewati masa Sembilan bulan. Demikian menurut uaraian Syek Utsaimin. Seteleah menjalani empat fase tersebut, Allah memerintahkan malaikat untuk menulis atau menetapkan empat kalimat (ketetapan) kepadanya, yaitu rezeki, ajal, amal, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.  
            Sisi penting lain tentang informasi yang disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an adalah tahap-tahap pembentukan manusia dalam rahim ibu. Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa dalam rahim ibu, mulanya tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang ini.
            “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS Al Mu’minun:14)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar