Tafsir
Mafatih al-Ghaib karya Fakruddin al-Razi
Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakruddin al-Razi
PENDAHULUAN
Susunan dan bahasa al-Qur’an merupakan
alasan tersendiri mengapa penafsiran dan penggalian terhadap makna ayat-ayatnya
justru menjadi tugas umat yang tak pernah berakhir. Hal ini ditopang oleh
keyakinan umat Islam bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang akan berlaku abadi
sepanjang masa. Oleh karena itu, ia memerlukan interpretasi dan reinterpretasi
secara kontinyu mengikuti perkembangan zaman. Jelasnya, selalu dibutuhkan
adanya reaktualisasi nilai-nilai al-Qur’an sesuai dengan dinamika al-Qur’an
sendiri.
Tafsir, sebagai usaha memahami dan
menerangkan maksud dan kandungan al-Qur’an, telah mengalami perkembangan yang
cukup bervariasi. Sebagai hasil karya manusia, terjadinya keanekaragaman dalam
corak penafsiran adalah hal yang tak dapat dihindarkan. Berbagai faktor dapat
menimbulkan keragaman itu : perbedaan kecenderungan, interest, dan motivasi
mufassir; perbedaan misi yang diemban; perbedaan kedalaman dan ragam ilmu yang
dikuasai, perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari; perbedaan situasi dan
kondisi yang dihadapi dan sebagainya. Semua ini menimbulkan berbagai corak
penarsiran yang kemudian berkembang menjadi aliran tafsir yang bermacam-macam,
lengkap dengan metodenya sendiri-sendiri.
Sejak zaman Rasulullah saw, sebenarnya
sudah dikenal 2 cara penafsiran, yaitu penafsiran berdasarkan petunjuk wahyu,
dan penafsiran berdasarkan ijtihad atau ra'y. Rasulullah saw sendiri
sesungguhnya sudah menafsirkan al-Qur’an berdasarkan ijtihad. Akan tetapi,
ijtihad Rasullah itu tentunya ditopang oleh wahyu, yaitu akan dikoreksi oleh
wahyu Allah sekiranya ijtihad beliau tidak tepat. Oleh karena itu, tidak ada
kekhawatiran bahwa penafsiran beliau yang bersifat ra'y akan mengalami
penyimpangan.
Di masa sahabat, sumber untuk memahami
ayat-ayat al-Qur’an, di samping ayat itu sendiri, juga riwayat dari Nabi dan
ijtihad mereka meskipun dalam ruang lingkup yang terbatas. Akan tetapi perlu
dicatat bahwa para sahabat sesungguhnya sangat hati-hati. Mereka tidak berani
menafsirkan ayat-ayat yang memang tidak mereka ketahui maknanya. Dengan kata
lain, mereka tidak berusaha untuk membuat penafsiran berdasarkan ra'y sendiri.
Kehati-hatian untuk menafsirkan al-Qur’an berdasarkan ra'y juga tetap
dipraktekkan oleh para tabi'in. Mereka tetap konsisten dengan sikap sahabat.
Dengan demikian, corak penafsiran ra'y memang belum berkembang pesat sampai
pada akhir abad pertama hijriyah.
Pada abad-abad selanjutnya, usaha
penafsiran berdasarkan ra'y mulai berkembang, timbul seiring dengan
perkembangan Islam di bidang politik yang ditandai dengan meluasnya
wilayah-wilayah Islam. Dalam ekspansi ini, umat Islam bertemu dengan berbagai
problema yang membutuhkan pemecahan-pemecahan berdasarkan al-Qur’an dan hadis.
Di samping itu, umat Islam bertemu pula dengan beraneka macam budaya yang
tentunya turut mempengaruhi mereka dalam memahami al-Qur’an. Karena
problema-problema yang ditemui tidak selalu tersedia jawabannya secara
eksplisit dalam al-Qur’an dan hadis, maka para ulama pun melakukan ijtihad
dengan memberikan interpretasi rasional terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Dengan
demikian, penafsiran rasional terhadap ayat al-Qur’an adalah hal yang tak
terhindarkan sesuai dengan perkembangan hidup dan akal pikiran manusia.
Perkembangan ilmu-ilmu keislaman yang
tumbuh sejalan dengan perkembangan dan perluasan Islam, mempengaruhi pula
perkembangan corak dan metode tafsir. Setiap mufassir yang memiliki bidang
keahlian tertentu cenderung menafsrikan al-Qur’an berdasarkan latar belakang
keahlian dan ilmu yang dimilikinya. Muncullah kemudian corak tafsir yang
bermacam-macam. Misalnya, tafsir yang bercorak fiqih, filsafat, tasawwuf,
keilmuan, kebahasaan, teologis, dan sebagainya.
Salah satu pemikir muslim yang ikut
menyumbang khazanah tafsir al-Qur’an adalah Fakhruddin al-Razi, seorang ilmuwan
yang menguasai berbagai bidang keilmuan secara mendalam. Salah satu karya
fenomenalnya adalah Mafatih al-Ghayb sebuah kitab tafsir dengan gaya pembahasan
yang berbeda dengan kitab-kitab tafsir sebelumnya, yang dikenal sebagai kitab
tafsir yang mempunyai cirri-ciri penafsiran bi al-ra’y. Untuk mengenal lebih
jauh biografi Fakruddin al-Razi dan karakter, kelebihan dan kekurangan kitab
Mafatih al-Ghayb, kami susun tulisan ini dengan sistematika sebagai berikut.
PEMBAHASAN
A.
Biografi Fakruddin al-Razi
Fakruddin al-Razi adalah salah seorang
ulama’ yang terkenal pada abad ke-6 H. dari kalangan ahlu sunnah. Ia dikenal
sebagai ulama’ yang banyak melontarkan ide-ide yang dikembangkan oleh Imam
Ash’ary dan berpegang pada mahdzab Imam asy-Syafi’i. Dia terkenal di masanya
dan bahkan sampai sekarang, dan juga selalu disebut-sebut namanya baik
dikalangan mutakallim (Ahli ilmu kalam) dan ahli lughah apalagi dikalangan ahli
tafsir. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Umar bin Husain bin Hasan bin
‘Ali, al-Tamimy, al-Bakry, al-T{abristany, al-Razy, Abu ‘Abdillah. Gelarnya
adalah Fakhr al-Din, ia juga dikenal dengan nama Ibn al-Khat}ib al-S{afi‘iy. Ia
lahir pada bulan Ramad{an tahun 544 H. di kota al-Ray (Kota yang terletak di
wilayah selatan Iran dan sebelah timur laut Teheran) dan wafat pada hari ‘In,
dalam bukunya Wafayat al-A‘ayan, pada mulanya Fakhruddin al-Razi hidup dalam
kemiskinan, tapi keadaan itu berubah ketika ia menikahkan kedua putranya dengan
dua putri dari seorang dokter yang kaya raya. Sepeninggal dokter tersebut,
kekayaan itu berpindah ke tangan Fakhruddin al-Razi.
Perjalanan
Keilmuan Imam Fakhruddin al-Razi
Sekian banyak para ulama yang terkenal
dan kita kenal, mayoritas mereka itu selalu keluar dari negerinya demi untuk
menuntut ilmu agama yang selalu diiringi dengan pengorbanan yang tinggi baik
dalam segi harta apalagi jiwa dan raganya, namun semua yang dikorbankan itu
terasa manis karena semua perjalanan mereka itu ikhlas} dan selalu dibawah
lindungan Allah SWT, seperti Imam al-Razi yang sedang kita bahas ini, beliau
juga mengalami perjalanan yang panjang dalam menuntut ilmu. Dari negerinya
Al-ray berangkat ke negeri Khurasan, yang mana di Khurasan itu banyak ulama besar
yang berasal dari negeri itu. Muh}ammad ibn Muh}ammad Abu Shahbah, dalam bukunya
Israiliyyat wa al-Mawd}u'at fi Kutub al-Tafsir wa al-H}adith menuturkan, bahwa
dari Khurasan atau lebih dikenal lagi dengan Bukhara, Imam al-Razi melanjutkan
perjalanannya ke Iraq, terus ke Syam. Namun lebih banyak waktunya digunakan di
Khawarzim untuk belajar memperbanyak ilmunya, kemudian beliau berangkat ke
negeri kota Hirah di daerah Afganistan sampai wafat di sana.
Keilmuan
Imam Fakhruddin al-Razi
Fakhruddin al-Razi adalah seorang
intelektual muslim yang tersohor dan menguasai banyak disiplin keilmuan. Ia
adalah pakar tafsir, fiqh, ushul fiqh, ilmu falak, ilmu alam dan ilmu akal.
Karena ketenarannya itulah, ia sering menerima berbagai kunjungan dari para
ulama’ yang datang dari berbagai penjuru.
Dia mempelajari ilmu-ilmu diniah dan
‘aqliah sehingga sangat menguasai ilmu logika dan filsafat serta menonjol dalam
bidang ilmu kalam. Mengenai ilmu-ilmu tersebut ia telah menulis beberapa kitab,
sehingga ia juga dipandang sebagai seorang filosof pada masanya. Dan
kitab-kitabnya menjadi rujukan penting bagi mereka yang menamakan dirinya
sebagai filosof Islam.
Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri
D{iya’ al-Din abu al-Qasim Umar al-Razi, atau yang dikenal dengan Khat}ib
al-Ray, ayahnya merupakan salah satu murid dari Abu Muhammad al-Baghawy. Beliau
adalah seorang tokoh, ulama’ dan pemikir yang dikagumi oleh masyarakat al-Ray,
terutama dalam bidang sastra, fiqh, ushul fiqh, hadit, teologi dan tasawuf.
Selain itu Fakhruddin al-Razi belajar ilmu kalam dari al-Majd al-Jily –salah
satu murid Imam Ghazaly-, ia juga belajar dari al-Kamal al-Sam‘any dan beberapa
guru lainnya. Selain sebagai seorang intelektual yang sangat produktif, Fakhr
al-Di>n al-Ra>zi merupakan seorang da’i yang sangat handal dan kondang.
Ia tidak hanya mahir berdakwah dengan berbahasa Arab, tapi juga lihai berdakwah
dengan bahasa asing (persia).
B.
Karya-karya Fakhruddin al-Razi
Fakhruddin al-Razi adalah seorang
ulama’ besar yang memiliki kualifikasi keilmuan yang sangat luas. Selama
hidupnya ia telah menyusun sejumlah karya, baik yang langsung ditulis oleh
Fakhruddin sendiri atau karya yang ditulis oleh muridnya, hasil dari beberapa
kuliah yang pernah disampaikannya.
Para ulama’ berbeda pendapat tentang
jumlah buku yang telah dikarang oleh Fakhruddin al-Razi. Menurut Abdul Halim
Mahmud, selama hidupnya, Fakhruddin al-Razi berhasil menyusun lebih dari 200
buah karya ilmiah dalam berbagai ilmu. Sementara Abdul Aziz Madjub menyebutkan
bahwa ada 97 judul yang dapat ditemukan, baik dalam bentuk buku, maupun masih
dalam bentuk manuskrip. Dari sekian banyak tulisan imam al-Razi ada beberapa
karangannya yang banyak dipakai oleh umat dan banyak yang mengambil manfaat
dari karangannya tersebut. Diantara karangan Fakhruddin al-Razi adalah :
1.
Mafatih al-Ghayb (tafsir al-Qur'an).
2.
Asrar al-Tanzil wa Anwar al-Ta'wil (tafsir)
3.
Ihkam al-Ahkam
4.
al-Muh}assal fi Us}ul al-Fiqh
5.
al-Burhan fi Qira'ah al-Qur'an
6.
Durrah al-Tanzil Wa Ghurrat al-Ta'wil fi Ayat al-Mutashabbihat
7.
Sharh al-Isharat wa al-Tanbihat li Ibn Shina
8.
Ibtal al-Qiyas
9.
Sharh al-Qanun li Ibn Shina
10.
Al-Bayan wa al-Burhan fi Raddi 'ala Ahli al-Dhaiqi wa al-Tughyan
11.
Ta'jiz al-Falasifah
12.
Risalat al-Huduth
13.
Risalat al-Jauhar
14.
Kitab al-Milal wa al-Nihal
15.
Muhassalu Afkar al-Mutaqaddimin wa al-Muta'akhkhirin min al-Hukama' wa
al-Mutakallimin fi 'Ilm al-Kalam
16.
Sharh al-Mufassal li al-Zamakhshari
C.
Mengenal Tafsir Mafatih al-Ghayb
Walaupun Fakhruddin al-Razi banyak
mendalami masalah-masalah filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani, akan tetapi hal
itu tidak menghalangi dan tidak menyurutkan perhatiannya terhadap penggalian
berbagai macam ilmu pengetahuan dari al-Qur’an. Yang pada akhirnya ia
mengerahkan segala kemampuan yang ada dan mengerahkan segenap kehidupannya
untuk mempelajari dan mendalami penafsiran al-Qur’an. Dalam hal ini ia berhasil
menulis kitab Tafsir al-Kabir atau
Mafatih al-Ghayb di periode akhir hidupnya.
Kitab ini merupakan kitab tafsir bi
al-ra’yi yang sangat besar dan luas pembahasannya. Kitab ini sudah dicetak
berulang kali di berbagai Negara dan sering menjadi bahan kajian umat islam di
seluruh penjuru dan merupakan kitab tafsir yang banyak dirujuk oleh para ulama’
dalam menafsirkan a-Qur’an, terutama di kalangan ahli ilmu pengetahuan, ketika
mereka berusaha mengungkapkan rahasia kebesaran dan keagungan Tuhan yang
tersirat di seluruh alam. Kitab ini dicetak dalam 16 jilid berukuran besar yang
terdiri dari 32 juz.
Tafsir al-Kabir ini ternyata bukan
berasal dari beliau semuanya akan tetapi ada 2 orang ulama yang menyempurnakan
setelah beliau wafat. Itu semua disebabkan karena sebelum tafsir itu sempurna
malaikat maut sudah mengambil nyawa beliau. Makanya beliau hanya sempat
menafsirkan al-Qur'an sampai surat al-Anbiya' dan setelah itu dilanjutkan oleh
Imam Shihab al-Din al-Hauby tahun 639 Hijriyah, di Damashkus, dan setelah itu
dilanjutkan oleh Imam Najm al-Din al-Makhzumy al-Qamuly. Pada tahun 727
Hijriyah di mesir.
Ibnu Qahdi Shaibah mengatakan:
"Sesungguhnya Fakhruddin al-Razi tidaklah menyempurnakan tafsirnya".
Ibnu Hajar juga berkomentar tentang ini. Tafsir Imam Fakhruddin al-Razi
disempurnakan oleh Najm al-Din al-Qamuly.
Dr. Mani’ Abdul Halim Mahmud dalam Manahij
al-Mufassirin mengungkapkan bahwa walaupun tafsir al-Razi disempurnakan oleh
ulama setelahnya namun tidak ditemukan perbedaan dalam menafsirkannya karena
manhaj dan jalur ketiga ulama ini sama walaupun berbeda zaman. Maka Si pembaca
tidak akan bisa membedakan mana yang asli dari Fakhruddin al-Razi dan mana yang
ditambah oleh ulama yang setelahnya itu. Bahkan dari awal hingga akhir kitab
tafsir ini terpola dalam model dan metode yang sama, sehingga sulit sekali
untuk membedakan antara yang asli dan yang dilengkapi, serta tidak gampang
menentukan batas sebenarnya yang telah ditulis oleh Fakhruddi>n sendiri dan
batas yang ditulis oleh orang yang menyempurnakannya.
a.
Metode dan Kecenderungan Tafsir Mafatih al-Ghayb
1.
Sumber Penafsiran
Kitab tafsir Mafatih al-Ghayb tergolong tafsir bi al-ra’yi/bi al-ijtihad, bi al-Dirayah/ bi
al-Ma'qul, karena penafsirannya didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran
terhadap tuntutan kaidah bahasa 'arab dan kesusastraan, serta teori ilmu
pengetahuan. Pendapat in benar adanya, sebagaimana yang telah penulis telusuri
dalam karya ini, Fakhruddin al-Razi banyak mengemukakan ijtihadnya mengenai
arti yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an disertai dengan penukilan dari
pendapat-pendapat ulama’ dan fuqaha’ yang lain. Dia memberikan porsi yang
teramat luas terhadap gerak pikirannya dalam Tafsir ini. Sehingga penulis dapat
mengatakan bahwa Tafsir Mafatih al-Ghayb sebagai tafsir bi al-ra’yi. Tafsir
Mafatih al-Ghayb dimasukkan dalam
kategori kitab tafsir bil al-ra’yi yang terpuji (al-tafsir al-mamduh).
Dalam menafsirkan ayat demi ayat,
Fakhruddin al-Razi memberikan porsi yang terbatas untuk Hadis, bahkan ketika ia
memaparkan pendapat para fuqaha>’ terkait perdebatan seputar fikih, ia
memaparkannya dan mendebatnya tanpa menjadikan Hadis sebagai dasar pijak.
Ini adalah salah satu kitab tafsir bi
al-ra’yi yang paling komprehensif, karena menjelaskan seluruh ayat al-Qur’an.
Sang pengarang terlihat berusaha menangkap substansi (ruh) makna yang
terkandung dalam teks al-Qur’an. Muhsin Abdul Hamid menegaskan: “Dia (Al-Razi)
untuk menggapai tujuan (tafsir)-nya, yaitu menetapkan keistimewaan akal dan
ilmu di hadapan al-Qur’an, membersihkan dari kerancuan fikiran dan kedangkalan
akal, serta menegaskan kebenaran riwayat (teks) dengan kedalaman
fikiran”.Contoh penafsiran bi al-ra’yi Fakhruddin al-Razi dalam karyanya adalah
surat al-Baqarah ayat 222 yang berkenaan dengan haid, Allah swt berfirman :
ويسئلونك عن المحيض قل هو أذى
فاعتزلوا النساء فى المحيض ولا تقربوهن حتى يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم
الله إن الله يحب التوابين ويحب المتطهرين.(222)
Mereka bertanya kepadamu tentang
haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)
Al-Razi membedakan antara kata
“al-mahid“ yang pertama dan yang kedua. Kata yang pertama berarti al-haid“
sedangkan yang kedua bermakna tempat haid. Kalau kata yang pertama dan yang
kedua bermakna sama, maka menurut al-Razi, itu artinya kita harus menjauhi wanita
selama dia dalam masa haid. Tetapi kalau kita membedakan makna yang pertama
dengan yang kedua, maka artinya yang dijauhi adalah tempat haidnya (farj) untuk
disetubuhi dan tetap bergaul dengan wanita yang sedang haid.
Meskipun tafsir al-Razi dianggap oleh
sebagian besar ulama’ sebagai contoh yang sempurna dari corak tafsir bi
al-ra’yi, namun hal itu tidaklah berarti bahwa dalam tafsir ini tidak
didapatkan dasar-dasar riwayat atau manqu>l. sesungguhnya setiap pengamat
tafsir al-Razi dapat menemukan bahwa di dalamnya dipenuhi dengan pengungkapan
riwayat-riwayat yang diambil dari mufassir-mufassir pendahulunya. Hanya saja
al-Razi tidak begitu saja menerima riwayat-riwayat tersebut tanpa kritik. Dalam banyak hal, al-Razi memberikan
gantahan dan penentangan. Riwayat yang tidak ditentangnya adalah apabila sesuai
dengan al-Qur’an sendiri dan hadis-hadis Nabi yang sahih, seperti pernyataanya
yang dikutip oleh Muni’ Abdul Halim Mahmud:
لقد اختبرت الطريق الكلامية والمناهج
الفلسفية.
2.
Cara Penjelasan
Adapun cara penjelasannya, kitab ini
bisa dikategorikan sebagai kitab tafsir muqarin, karena Fakhruddin al-Razi
dalam penafsirannya sering mengkomparasikan pendapatnya atau pendapat seorang
ulama dengan pendapat ulama' lainnya. Nama beberapa ulama' selain sahabat dan
tabi'in- dalam berbagai disiplin ilmu yang sering disebutkan pendapatnya dan
dikomparasikan antara lain adalah: al-Shafi‘i, Abu Hanifah, Malik, Ahmad bin
Hambal, al-Ash‘ari, al-Ghazali, kelompok Mu‘tazilah dan Ash‘ariyah, Hasan
al-Basri, al-Zamakhshari, al-Farra', Ibnu Kathir, ‘Ashim dan lain-lain.
Seperti ketika membahas tentang
ta’awudh, al-Razi mengkomparasikan beberapa pendapat, bahwa sebagian besar
ulama’ sesungguhnya mereka sepakat membaca ta’awudh ( أعوذ بالله
من الشيطان الرجيم ) sebelum membaca الفاتحة .
tetapi-lanjut al-Razi, Daud al-Isfahany mengatakan bahwa itu dibaca setelah الفاتحة (sebelum ayat
lain). Demikian juga pendapat dalam salah satu riwayat dari Ibn Sirrin. Di sini
al-Razi menghadirkan riwayat dari Jabir:
أن النبي ص.م حين افتتح الصلاة قال:
الله أكبر كبيرا ثلاث مرات, والحمد لله كثيرا ثلاث مرات, و سبحان الله وأصيلا ثلاث
مرات , ثم قال: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم من همزه ونفخه ونفثه.
Selanjutnya
al-Razi memperjelas status membaca ta’awudh dengan surat an-Nahl ayat 98, Allah
swt berfirman :
فإذا قرأت القران فاستعذ بالله من
الشيطان الرحيم (النحل : 98)
“Apabila
kamu membaca al-Qur’an, maka hendaklah kamu meminta perlindungan dari Allah
dari syetan yang terkutuk”. (Q.S An-Nahl: 98)
Kemudian
Fakhruddin al-Razi juga menggunakan pendekatan dengan mengkomparasikan
ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang masalah yang sama sekalipun
redaksinya berbeda atau redaksinya mirip tetapi kandungannya berlainan.
3.
Keluasan Penjelasan
Ditinjau dari segi keluasan
penjelasan, tafsir Mafatih al-Ghayb bisa di kategorikan sebagai kitab tafsir
yang sangat luas penjelasannya dan mendetail/rinci (itnaby / tafshili). Bahkan
mungkin bisa dikatakan “terlalu luas” untuk ukuran kitab tafsir. Karena dalam
kitab tersebut terdapat berbagai pembahasan mulai kebahasaan, sastra, fikih,
ilmu kalam, filsafat, ilmu eksakta, fisika, falak dan lain-lain.
Ketika penulis mencermati kitab tafsir
ini, penulis mendapatkan penafsiran yang begitu luas, satu ayat dengan 3-7 masail
dan satu surat dijelaskan dengan 8-10 fasl, tentulah ini cukup menggambarkan
keluasan pembahasan dalam penafsiran kitab Mafatih al-Ghayb sehingga –menurut
hemat penulis- sangatlah pantas kitab tafsir ini dikategorikan sebagai kitab
tafsir dengan metode itnaby/tafs{ili.
4.
Sasaran dan Tertib Ayat yang Ditafsirkan
Tafsir Mafatih al-Ghayb disusun oleh
Fakhruddn al-Razi secara berurutan ayat demi ayat dan surat demi surat,
semuanya sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf, dimulai dari penafsiran
terhadap surat الفاتحة, البقرة dan seterusnya
sampai الناس. Karena
disusun secara berurutan ayat demi ayat maka kitab tersebut dikategorikan tahlily.
Dan karena disusun berurutan surat demi surat maka kitab tersebut bisa
dikategorikan mushafy.
5.
Kecenderungan
Meskipun dalam tafsirnya ia membahas
berbagai hal dalam berbagai bidang, ada beberapa pembahasan yang mendapatkan
porsi cukup besar jika dibandingkan dengan pembahasan dalam masalah lain.
Pembahasan yang mendapatkan porsi cukup besar tersebut adalah pembahasan
tentang filsafat, ilmu kalam, dan ilmu alam semisal astronomi geografi dan
lainnya. Hal ini menyebabkan Tafsir Mafatih al-Ghayb dikategorikan sebagai
tafsir 'as}ri/ ilmi/al-I’tiqad dan falsafi.
Sebagai penganut ilmu kalam aliran
Ash‘ari, ia sering menghadirkan perdebatan kelompoknya dengan kelompok
Mu‘tazilah, ia menghadirkan perdebatan tersebut dengan tujuan mengungkapkan
kelemahan argumen-argumen kelompok Mu‘tazilah. Ia menentang keras dan
membantahnya dengan segala kemampuan yang ada. Hanya saja, Fakhruddin al-Razi
dalam perdebatan-perdebatan tersebut, acap kali tidak memberikan bantahan yang
seimbang dengan argumen-argumen Mu‘tazilah yang ia paparkan.
Kalau kita membaca pembahasan filsafat
dan ilmu kalam kitab tersebut, kita akan mampu menangkap jati diri Fakhruddin
al-Razi sebagai seorang filusuf handal dan sebagai ulama ilmu kalam yang banyak
terpengaruh oleh tokoh-tokoh besar semisal al-Ghazali, al-Juwaini dan
al-Baqillani.
Selanjutnya, dalam menafsirkan
ayat-ayat kauniyyah, Fakhruddin selalu berusaha mengungkapkan kebesaran Tuhan,
sebagaimana yang tertulis dalam al-Qur’an sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan yang ada, karena dominannya pembahasan pada permasalahan ini,
Tafsir al-Kabir sering dipandang sebagai ensiklopedi ilmiah tentang ilmu-ilmu
eksakta dan ilmu alam. Hal ini adalah corak baru di luar kebiasaan para
mufassir pada masa itu. Sehingga sebagian ulama’ telah menyebut Fakhruddin
al-Razi sebagai pelopor penafsiran bercorak ilmi.
Sedangkan ditinjau dari segi bahasa
dan sastra yang ditonjolkan, Tafsir Mafatih al-Ghaib ini dikategorikan sebagai
kitab tafsir bercorak adabi/lughawi. Jika kita membaca kitab tafsir karya
Fakhruddin al-Razi ini, pada bagian awal-awal penafsiran ayat kita akan
menemukan pemaparan penafsiran dengan kaidah dan pilihan bahasa yang tinggi. Beliau banyak melibatkan ilmu balaghah dalam
mengungkap maksud ayat-ayat yang ditafsirkannya. Hal ini memanglah wajar,
karena Imam al-Razi adalah salah satu ulama’ tafsir yang sangat dalam ilmunya
dalam balaghah dan mantiq. Beliau tidak pernah melewatkan
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan gramatika dan sastra.
Misalnya ketika Fakhruddin al-Razi
menafsirkan ayat pertama surat al-Fatihah بسم الله
الرحمن الرحيم , beliau menggunakan 54 halaman, dimana penafsiran tersebut
tidak lepas dari pembahasan teks dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa
seperti ilmu nahwu, sharaf dan balaghahnya-tidak terkecuali, juga untuk pembahasan dari segi keilmuan yang
lain. Untuk keseluruhan surat al-Fatihah, al-Razi menghabiskan 199 halaman. Hal
ini membuktikan betapa dalamnya ilmu balaghah-gramatika dan sastra yang
dimiliki al-Razi.
b.
Keistimewaan Tafsir Mafatih al-Ghayb
Dari sekian banyak ulama yang meneliti
tentang tafsirnya Al-Razi, maka ditemukanlah beberapa keistimewaan yang
terdapat dalam tafsirnya antara lain:
1)
Dia sangat mengutamakan tantang munasabah (korelasi) surat dan ayat dengan
keilmuan yang berkembang. Bahkan tak jarang ia menyebutkan lebih dari satu munasabah
untuk satu ayat tertentu atau surat tertentu.
2)
Dia bisa menghubungkan tafsir itu dengan ilmu riyadiyah (matematika) dan
falsafah, serta ilmu-ilmu lain yang dianggap baru di kalangan agama pada
masanya.
3)
Dia bisa menjelaskan tentang akidah yang yang berbeda dan bisa mencocokkan di
mana perbedaan itu.
4)
Dia mengemukakan tentang balaghah al-Qu'an dan menjelaskan beberapa kaidah
usul.
c.
Kritik terhadap Tafsir Mafatih al-Ghayb
Kitab
ini juga tidak luput dari kritik para ulama’ dari zaman dulu sampai sekarang.
Beberapa kritik tersebut antara lain:
1.
Fakhruddin al-Razi terlalu banyak mengumpulkan masalah dan pembahasan dalam
tafsirnya, sampai pembahasan yang tidak bersangkut-paut dengan ayat atau surat
yang ditafsirkan pun ia sebutkan. Bahkan lebih tegas lagi, beberapa ulama’
mengatakan bahwa “di dalamnya terdapat segala sesuatu kecuali tafsir.”
2.
Dalam tafsir tesebut, ia terlalu banyak mencantumkan hal-hal yang tidak
berhubungan dengan tafsir, secara berlebihan.
3.
At-Tufi (w. 716 H/1316 M.) mengatakan bahwa banyak kekurangan yang ditemukan
dalam kitab Tafsir al-Kabir.
4.
Rasyid Ridha dalam tafsir al-Mannar banyak melontarkan kritikan terhadap cara
penafsiran ayat al-Qur’an yang dilakukan Fakhruddin, diantaranya Fakhruddin
al-Razi adalah seorang ahli tafsir yang sangat sedikit pengetahuannya tentang
sunnah, pendapat para sahabat, tabi’in dan pendapat tokoh-tokoh salaf. Akan
tetapi penulis kurang setuju dengan pendapat ini karena sedikitnya sunnah
Rasulullah saw atau pendapat sahabat yang dipakai al-Razi bukan karena sedikit
pengetahuannya, akan tetapi karena luasnya ra’yu yang dia gunakan sehingga ada
kesan sunnah yang digunakan hanya sedikit sekali.
Diantara
beberapa kritikan yang menghujat metode yang dilakukan oleh al-Razi ini
sebenarnya telah diketahui oleh al-Razi sendiri ketika masih hidup. Bahkan ia
pernah mengatakan,
“Kalau
engkau menghayati kandungan yang ada dalam al-Qur’an secara cermat dan benar,
maka engkau nanti akan yakin bahwa pendapat yang menghujat metode yang saya
lakukan adalah pendapat yang salah”.
Menurut
Fakhruddin al-Razi, metode yang ia lakukan itu lebih baik daripada menfsirkan
al-Qur’an dengan hanya berkutat pada pembahasan gramatika dan sastra suatu
ayat.
PENUTUP
Dari
uraian-uraian yang telah dibahas di atas , maka penulis dapat menyimpulkan
beberapa hal :
1.
Kitab tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razi ini adalah termasuk
kitab al-tafsir bi al-ra’yi al-mahmud/al-mamduh (yang diperkenankan) dengan
ukuran yang besar dan mempunyai ciri khas pembahasan yang luas.
2.
Metode Tafsir Fakhruddin al-Razi (Mafatih al-Ghayb), bila ditinjau dari segi:
a.
Sumber penafsirannya: termasuk tafsir bi al-Ra'yi/ bi al-ijtihad/bi al-Dirayah/
bi al-Ma'qul.
b.
Cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat al-Qur'an: termasuk tafsir Muqarin/
komparasi.
c.
Keluasan penjelasan tafsirnya: termasuk tafsir Itnabi / tafshily.
d.
Sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan: termasuk tafsir tahlily.
3.
Ditinjau dari segi kecenderungan/aliran penafsiran, kitab tafsir Mafatih
al-Ghayb ini termasuk kategori kitaf tafsir ilmi/’ashri, al-I’tiqad, falsafi
dan lughawi/adabi.
4.
Meskipun dalam beberapa segi tafsir ini mendapatkan kritikan dari beberapa
tokoh namun tafsir Kitab tafsir Mafatih al-Ghayb karya Fakhruddin al-Razi ini
adalah karya sangat bermanfaat dan sering menjadi rujukan bagi para ilmuwan yang ingin
mengkaji ilmu alam,
filsafat
dan ilmu kalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar